Sabtu, Januari 18, 2014

Lofty Place...

Source : Pinterest

Kampusku terletak di bukit tertinggi di Palu. Jalan menuju kesana naik turun mengikuti kontur daratan. Untung kondisi aspalnya mulus. Lurus, nggak ada belokan tajam, dan nggak berlubang-lubang. Jika melintasinya, rasanya dekat sekali dengan langit.

Tapi, karena bagusnya jalannya itulah sering sekali digelar balapan motor baik yang resmi maupun tidak resmi, terutama di akhir pekan. Kalo yang nggak resmi, kita sebagai pengguna jalan cukup menjalankan motor dengan hati-hati melipir dekat trotoar supaya tidak tersambar motor-motor yang sedang melaju. Kalo yang resmi biasanya diselenggarakan oleh salah satu perusahaan rokok ternama di negeri ini. Sebalnya, mereka menutup semua akses jalan ke kampus. Padahal, akhir pekan aku tetap ke kampus untuk urusan lembaga atau cuma untuk main saja. Ada sih, jalan lain. Tapi, aku nggak terlalu hafal jalan di daerah sini. Untuk mencapai jalan alternatif yang lain itu, aku perlu memutar melewati bukit-bukit dan lorong-lorong tikus yang kondisinya jelek. Nyasar kesana kemari, lewat jalan buntu, kuburan, lapangan bola, dan lain sebagainya sambil mengira-ngira arah mana yang benar. Melihat kota ini, kau tidak akan mengira bahwa ada satu daerah dimana lorong-lorong tikusnya tak ubahnya labirin. Untuk penduduk asli, mungkin itu tak masalah. Tapi bagi orang sepertiku yang meski lahir disini tapi untuk dikatakan sebagai putra daerah juga tidak cukup pantas, ini sangat menyebalkan. Perjalanan pergi yang sebelumnya hanya memakan waktu paling lama 25 menit, sekarang menjadi dua kali lipatnya. Apalagi bila keadaan tangki bensin benar-benar pas-pasan dan uang di kantong juga menipis, rasanya was-was sekali.

Dan dalam perjalanan itu, aku berkali-kali nyasar ke bukit. 

Indah sih, pemandangannya. Tapi sepinya benar-benar mencekam karena sebagian area bukit juga digunakan untuk lokasi taman pemakaman umum. Begitu menaiki bukit dan langsung berhadapan dengan jurang di bawah dan langit seluas mata memandang, benar-benar menggetarkan hati. Dalam artian negatif buatku.

Source : Here

Aku benci ketinggian, sungguh. Dalam arti harfiah maupun kiasan. Ketinggian membuatku merasa tidak nyaman, tidak aman, mual, dan siap terjatuh kapanpun dengan sangat menyakitkan. Aku lebih takut pada ketinggian ketimbang pada setan. Kau bisa mengusir dan menjauhkan makhluk halus dengan berdoa. Tapi ketinggian ? Hanya ada kedalaman di depanmu. 

Aku heran kenapa orang Palu suka sekali berkunjung ke bukit ini. Memang pemandangannya sangat bagus, tapi ini bukan tempat satu-satunya di Kota ini dimana kau bisa mendapatkan semua itu.

Source : Here

Seingatku, dulu aku bukan orang yang takut ketinggian. Aku juga tak pernah mengalami kejadian yang membuatku trauma akan tempat tinggi. Entah sejak kapan aku punya phobia ketinggian. Benar-benar tidak romantis. Aku tidak akan bisa berdiri merentangkan tangan bersama orang yang ku cintai di ujung kapal menikmati udara laut seperti Rose dan Jack dalam film Titanic. 

# Menunggu kru lain yang katanya mau menginap...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

This is virtual world. Tapi, inilah tempat yang justru membuat diri kita bisa sejenak melepaskan topeng-topeng dan jubah kepalsuan di dunia nyata. So, this is the real me, yang tak pernah ku tunjukkan kepada kenyataanku. Mari saling berbagi dan bercerita tentang hidup. Feel free to leave your comment. I am not too creative to reply the comments. So, sometimes i don't reply it. But, Please believe that i definitely read your single comment and really appreciate it.