Minggu, April 21, 2013

The Colors Of You



 Senyumanmu selalu menjatuhkanku ke dalam perasaan-perasaan asing yang tak dapat ku selami

Aku benci ketegaran palsumu

Namun aku juga mencintai kekuatan di dalamnya
Ketahuilah,,,akulah yang paling mengerti kesepianmu,

Kesakitanmu..

Dan semua rasa takutmu

Jadi, Meski aku hanyalah seseorang yang seperti ini.
Datanglah padaku, dan akan ku bantu kau menanggung semua beban itu.


Itu kalimat pembuka dari ( draft ) novel perdanaku. ( Rencana ) judulnya sih " The Colors Of You - Warna-Warnamu "

Intinya sih ini adalah kisah cinta yang gelap. Kisah cinta yang ( mungkin ) agak klise. Dua orang manusia berusaha mengalahkan kegelapan dan kesakitan yang dibawa dari masa lalu. Yang berbeda, jika Darin, tokoh utama cowoknya berusaha menyembuhkan dirinya dengan cinta, Kana, sang tokoh utama cewek, menolak cinta mati-matian. 

Aku suka sekali kisah cinta yang seperti itu. Yang rumit, penuh air mata, penuh sakit. Semua hal yang bisa dan selalu  kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Love is not only about the happines tears which flow in it. Mungkin, lebih banyak air mata yang mengalir karena rasa sakit daripada bahagia. 

Oh ya, ada yang suka baca novel cinta ? Kasih tahu cerita cinta yang seperti apa yang jadi favorit kalian. Yang sederhana ( Which means, yang seperti cowok-paling-keren-satu-sekolahan-suka-ma-cewek-paling-kuper ), yang edukatif ( berlatar belakang pendidikan ), yang domestik ( kental dengan budaya, biasanya kisah cinta yang tbertentangan dengan adat istiadat setempat ). Or, yang kayak aku ? A dark love story
Terus, apa aja sih yang harus ada dalam sebuah cerita ( dalam hal ini, novel ) yang bisa bikin kalian menilai kalau cerita ( novel ) itu bagus ???

Share, ya.....

 ( Anime Tonari No Kaibutsu-kun )

Jumat, April 19, 2013

Not Only A Crack Heart, But Also A Broken Soul...

" Untuk bisa menulis mungkin yang dibutuhkan adalah hati yang retak "

Saya berusaha keras untuk mengerjakan proyek novel pertama ini sebaik-baiknya. Semalam, saya browsing mencari kriteria novel romansa remaja yang baik. Dan setelah beberapa lama, saya nyasar ke blog punya Mbak Annesya, pengarang novel Ubur-ubur kabur. Tulisan-tulisannya sangat menyentuh, dan di sebuah artikel, saya menemukan kalimat yang menyentuh yang saya posting di baris teratas itu.
Oke, saya tidak hanya punya hati yang retak, namun juga jiwa yang hampir patah. Saya pasti bisa melakukannya.

Saya punya kegelapan saya sendiri. Bahkan lebih kelam dan lebih pekat daripada yang terlihat. Saya mencoba mengorek-ngorek hati saya, mencari kepedihan yang mungkin bisa membantu menyelami perasaan tokoh-tokoh dalam novel saya. Saya tahu saya akan membuka kotak pandora, kotak yang terlihat indah namun di dalamnya tersimpan malapetaka.

Source : Google Images.Com
( The Fallen Angel )


Saya baru saja menyingkap tirainya, ketika perasaan takut muncul tiba-tiba. Namun saya tak mau menyerah. Masa saya kalah sama sesuatu  yang berasal dari diri saya sendiri ? Saya mencoba membuka ingatan dan hati saya hingga ke sudut-sudut terdalam.

Dan ternyata, saya masih menemukan diri saya disana. Lemah, Berdarah, Luka, Koyak, awut-awutan.
Saya segera berlari keluar, takut  menghadapi dan mengingat lebih banyak lagi. Saat itu sudah lewat tengah malam. Dan mulailah saya terkena sindrom kegalauan, akibat dari melihat kembali hal-hal yang sudah saya anggap cuma mimpi buruk. Setelah itu saya menuliskan hal-hal yang gelap dan mengerikan, lancar sekali tangan ini menari di keyboard. Mengeluarkan secuil demi secuil kesakitan dan membahasakannya supaya dapat dimengerti manusia, beberapa saya posting di facebook. Benar-benar bukan seperti diri saya. Saya terus mengetik dengan kalut hingga hampir pukul lima dini hari saat saya akhirnya jatuh tertidur.

Efekny terasa hingga saya menulis ini. Sedari pagi mood saya jelek sekali, saya bangun dengan perasaan lelah luar biasa dan sulit bergerak. Beberapa kali saya bersandar ke dinding untuk menghela nafas. Sampai di kampus ternyata dosen saya tidak masuk. Dalam perjalanan pulang, melintasi jalan raya yang saya namakan ' Stairs To Sky' karena memang jika disitu berasa bisa terbang ke langit, air mata saya tumpah. Tidak banyak memang. Masih seperti  ada sesuatu yang mengganjal dalam dada saya, yang melarang dan mencegah air mata untuk membah keluar. Apa itu ? Saya juga tak tahu pasti.

Selama ini saya membekap ingatan-ingatan & perasaan-perasaan gelap itu dengan rantai terkuat yang bisa saya ciptakan, lalu memenjarakannya di pojok-pojok  hati terdalam yang asing, menguncinya berlapis-lapis, dan membuang anak-anak kuncinya dalam waktu.

Sudah begitu lama, sehingga saya lupa bahwa saya masih memiliki bayangan-bayangan hitam. Saya lupa bahwa kegelapan itu masih bersarang dan melekat, menempel erat seperti jiwa kedua. Saya lupa bahwa esensi sejati saya awalnya tercipta dari rasa sakit dan takut. Saya lupa bahwa saya masih punya hubungan yang lebih dekat daripada hubungan darah dengan kegelapan. Saya tidak tahu bahwa ada beberapa hal yang tak bisa tersembuhkan oleh waktu.

Saya tahu saya harus menghadapinya. Saya berjanji suatu saat saya pasti akan mengalahkannya, benar-benar menghapusnya dari bagian diri saya. Namun, sepertinya saya masih harus mundur dulu untuk sekarang. Entah sampai kapan....

Beberapa gelap yang sempat terbahasakan :










Selasa, April 16, 2013

A Story About My Valley City


“ Hey, udah ke expo di walkot, belum ?” Tanya temanku, Heni.
“ Emang ada apa aja disana ?” Kataku acuh tak acuh.
“ Yah, banyak lah. Pameran baju-baju adat gitu. Terus ada stand-stand jualan macam-macam.”
“ Ohh,, ada yang jual baju-baju, tas-tas,..”
“ Pernak-pernik ada ? Kayak gelang-gelang manic-manik, atau tas-tas etnik gitu…”. Potongku.
Heni berpikir sejenak “ Kalo gelang-gelang ada, tas-tas etnik… Apa itu ?”.
“ Kayak tas-tas kain batik gitu loh..”
“ Oh ada… Harganya mungkin sekitar 60 ribuan”.
Untuk sebuah tas batik, itu mahal gila. Batinku.

Lalu Heni melanjutkan ceritanya mengenai acara jalan-jalannya ke Sulteng Expo kemarin. Mulai dari stand ramalan jodoh, stand tebak jumlah uang koin, dan lain-lain.

( Ya, di kotaku ini, Palu, Sulawesi Tengah emang lagi ngadain acara pameran & Expo untuk memperingati hari ulang tahunnya yang ke 49 ( Kalau tidak salah )… :D )
( Stop ! Nggak usah repot-repot ambil Peta Indonesia. Aku kasih tahu aja, di Indonesia ini ada sebuah kota antah berantah yang bernama Palu )

Source : Google Images. Com
( My Valley City, From The Air )

Kenapa nggak bikin acara lain aja sih ? kenapa setiap ada event selalu saja yang dibikin tu expo..expo…expo..dan expo.. aku nggak suka keramaian, itulah masalahnya. Padahal aku ingin ikut meramaikan hari jadi Kota ini, kota kelahiranku 21 tahun lalu. Kenapa nggak bikin event lomba marathon atau estafet mengelilingi kota, yang mana setiap tim yang ikut harus menemukan petunjuk arah selanjutnya yang di letakkan di tempat-tempat tertentu di seantero kota ?

( Uhh.. Mungkin aku terlalu banyak menonton anime )


Source : Google Images. Com
( The Map Of Palu )

( Fakta : Kota Palu ini terletak di garis khatulistiwa, Kota yang cuacanya berubah-ubah sepanjang waktu. Istilahnya, Pancaroba. Sesaat lalu panasnya ekstrim, menit berikutnya langit bisa seketika berubah mendung lalu menurunkan hujan yang deras.  Palu adalah sebuah daerah di Indonesia  yang mempunyai curah hujan terendah sepanjang tahun. Meskipun begitu, selama hidup di Palu aku belum pernah merasakan yang namanya kekurangan air. Palu adalah kota lembah, dikelilingi gunung di segala sisi, pantai di bawahnya. Kota dengan geografi berbukit-bukit, tanaman liar kaktus dan beluntas  )

Semasa SMA aku sekolah di Jawa, hampir 5 tahun meninggalkan Kota ini. semasa itu, selalu ada selusup rindu. Mungkin juga karena pengaruh keadaan sebagai anak rantau, Homesick. Aku merindukan suara angin di siang yang masuk ke sela-sela rumahku ( masa itu rumahku masih terbuat dari kayu ). Aku merindukan kehijauan yang terjajar di sepanjang jalanku menuju ke sekolah SMP-ku. Aku merindukan pemandangan yang selalu ku lihat setiap kali ke luar rumah. Kemanapun mata memandang, hanya ada gunung. Gunung yang bersiluet biru, cokelat, sedikit hitam, bahkan hijau di pagi hari. Aku merindukan masakan dari ikan laut segar yang selalu melimpah sepanjang tahun. Karena di Jawa, Lampung, Jakarta, tempatku pernah berpijak dulu, tidak ada satupun yang menyamai itu semua.

( Sekarang hal yang ku rindukan akan bertambah, Pantai biru gelap yang indah. )

Source : Google Images. Com
( Pantai Nelayan Beach )


21 tahun lalu, atau mungkin tepatnya sekitar 19 tahun lalu saat aku mulai bisa mengingat, Kota ini adalah kota yang besar. Luas, kosong, liar. Masa kecilku dipenuhi dengan semua itu. Bersama tiga orang teman kecilku menjelajah sungai, melintasi belukar, membuat ‘ secret base’ dari dedaunan beluntas dan rumput teki yang membentuk goa kecil ( mungkin lebih tepat jika disebut sarang ). Bermain kasti, susun batu, petak umpet, benteng, klahar, memanjat pohon jembolan, mencari jambu di hutan, berlomba-lomba menemukan bunga bungaan dan dedaunan aneh yang belum pernah kami lihat.

( Dan satu lagi, permainan yang menggunakan kayu. Pemain harus memukul dengan tepat kayu kecil yang dilemparkan oleh teman setimnya. Kayu kecil itu juga ditanam salah satu ujungnya di tanah, lalu ujung yang lainnya dipukul sambil dan ditangkap oleh pemain lain )

( Saat ini, sungai besar dan deras itu sudah tinggal selokan kecil yang hampir tidak terlihat, hutan-hutan itu telah jadi pondasi rumah, dan spesies-spesies tanaman aneh itu telah tiada )

Source : Google Images. Com
( The Yellow Bridge )

( Apakah cerita itu berkesan terlalu ‘ membelantara’ ?? kenyataannya seperti itulah, di kompleks perumahanku yang sangat luas ini, saat ku kecil hanya ada empat rumah yang saling berjauhan. Kompleks perumahanku sekarang ini dahulu dikelilingi hutan dan rawa. Tiga penjuru rumahku dulu adalah hutan  )

Ketika aku melintas di jalan I Gusti Ngurah Rai, jalan Walter Monginsidi, atau jalan Basuki Rahmat yang hampir selalu macet, atau saat aku pulang dari rumah teman sehabis kerja tugas kuliah jam 12 malam dan sepanjang jalan masih banyak kendaraan berlalu lalang dan toko-toko yang buka, atau melihat kompleks perumahanku yang sekarang sudah dipenuhi rumah-rumah yang besar dan mewah, kadang aku merasa kehilangan semua keheningan dan kenyamanan itu.

( Saat aku SD, jam 8 malam jalan raya sudah sangat sepi )

Sekarang Kotaku sudah punya Mall, Pizza Hut, dan pusat pertokoan yang baru.

Sepertinya kota ini sedang tertatih-tatih, seperti bayi baru belajar berjalan, untuk menuju suatu masa yang disebut orang-orang sebagai ‘ Modernisasi ‘. Yah, dari satu sisi, itu kemajuan yang bagus, sih.



Source : Google Images.Com
( The Afternoon Sky Of Palu )

Dan akhir-akhir ini, kotaku sering masuk TV. Setelah 49 tahun, baru tiga tahun terakhir masyarakat Indonesia melihat sebuah kota yang bernama Palu muncul di layar televisi. Namun sayang, berita yang menyertainya selalu bentrokan, perkelahian, dan pertikaian.

( Bahkan, kemarin aku mendengar berita bahwa Palu dinobatkan sebagai peringkat 1 PAD di Indonesia. PAD ?? Pendapatan Asli Daerah ?? Makmur dong.
Bukan, tapi PAD ( Perkelahian antar desa ). Menyedihkan. Turut berduka cita atas reputasi Kota ini. )

Source : Google Images. Com
( The Manticole Waterfall )

Sudah 21 tahun aku menjadi bagian dari geliat Kota Kecil ini, namun ternyata aku belum mengetahui apa-apa tentangnya. Sejarahnya, tempat-tempat kenangannya, nama-nama jalannya, dan lain-lain. Yang aku paham hanyalah sebatas dari mataku ( yang sepertinya belum bisa melihat apapun ). Dan kesan yang selalu tertangkap di hatiku adalah sejuk, nyaman, hening, tenteram, hijau, dan tenang.

Source : Google Images. Com
( The Float Mosque, Talise )

Pada akhirnya, seperti apapun kota ini, aku tetap merindukannya saat aku pergi jauh. Karena untuk saat ini, di kota inilah Rumahku, tempatku pulang, tempat aku dilahirkan dan dibesarkan, tempat keluargaku hidup, bernafas, dan membangun mimpi.


Source : Google Images. Com
( The Horse Statue, Talise )

Selamat ulang tahun,kota kecilku.
Selamat hari jadi ke 49.  

( Buat penduduknya, rukun-rukun ya... )

Source : Google Images. Com
( A Green Life Beats Of Palu Valley )




Selasa, April 09, 2013

Find The Mr. Right


Sebelumnya, ini bakalan jadi cerita curhat yang panjang, jadi siap-siap ya… :D

Tadi malam aku ngobrol ma sahabat SMA Via fb. Lita Liana namanya. Kami dulu dekat banget. Dia orang Banjarmasin. Memang kami bersahabat baru pada masa-masa akhir SMA. Jadi udah mau kelulusan gitu. Nah, kami ini SMA lulusan tahun 2008. Setelah lulus, kami berpisah dan mencari jalan masing-masing namun masih sering contact-contactan. Kemudian, sekitar tahun 2009 akhir, dia menikah dengan orang Jakarta.
Biasalah. Kami ngobrol-ngobrol tentang masa lalu gitu. Dan topic yang nggak lupa disinggungnya. N-I-K-A-H. Parah, deh. Kenapa lagi-lagi muncul topic itu ?


Bayangin aja.. Udah lama ga ketemu yg ditnyain malah undangan. Oh iya,, Ngomong-ngomong, diatas itu akun fb suaminya.

Sahabat masa SMAku yang lain, Rini Nuryani namanya, orang Tangerang. Cantik, mirip Nabila Syakib. Kami bersahabat sejak kelas 2 akhir dan aku sangat dekat dengannya. Tak lama setelah kelulusan SMA, dia dijodohkan dengan orang Kalimantan, dan mereka juga menikah sekitar tahun 2009.

Dulu, sebelum lulus aku sempat ngobral ma Rini tentang masalah pernikahan :
“ Rin, kamu abis lulus ini mau kemana ?” Tanyaku
Dengan tegas dan cepat dia ngejawab “ Nikah.”
Tuh, kan. Beneran deh waktu itu dia ngejawabnya kayak mode otomatis gitu. Nggak pake mikir-mikir dulu. Jelas aja aku nggak percaya.
“ Ih, beneran ta ? Kamu nggak pengen kuliah dulu ?”
Lagi-lagi, dengan santai dia ngejawab “ Nggak ah, pengen nikah aja. Kuliah di rumah mertua.” Katanya sambil tertawa.

Satu-satunya hal yang ada di pikiranku saat itu adalah ‘ Bisa-bisanya ada orang yang nggak mau kuliah. Gila aja temenku satu ini, padahal cantik luar biasa, lumayan pinter, luwes bergaul pula. Percuma banget deh.’
Tahun 2010. 2 tahun setelah kelulusan SMAku. Hampir setengah cewek – cewek yang sealumni denganku udah membangun rumah tangga. Dan sekarang tahun 2013. Hampir 5 tahun berlalu, dan sudah 80 % temen-temen cewek sealumniku yang nikah. Sumpah. Beneran. 80 %.

Kemudian di tahun 2010 awal aku sempet mondok 5 bulan di Purworejo. Dan tidak lama setelah kami berpisah, setengah teman-teman sepondokanku itu, baik laki-laki maupun perempuan, banyak banget yang langsung nikah.


Diatas ini salah satu temen mondokku itu. Dia udah nikah juga. Istrinya anak pondok itu juga. Mereka nikah awal 2012. Sekarang istrinya lagi hamil tua. Nie orang parah banget, kalo ngobrol via fb dari dulu sekarang, nggak ada hal lain yang ditanyainnya selain masalah nikah. Penasaran banget kali orang kayak aku ini bisa dapet pasangan kayak apa. :O

Pokoknya, mulai tahun 2009 sampai 2013 awal kemarin, banyak sekali aku mendengar berita pernikahan teman-teman seperjuanganku dulu.

Entah mungkin karena sudah terlalu lama dan terlalu jauh berpisah, jika ngobrol via fb atau smsan, pertanyaan yang selalu dan selalu diajukan padaku adalah “ Kapan mau nikah ?”. Sampai-sampai aku sangat bosan dengan pertanyaan itu. Kalau lagi mood, ku jawab dengan serius “ sedang menunggu orang yang tepat.” Kalau lagi males, jawab dengan becanda “ Abis lebaran”. Kadang aku jadi mikir “ Sebenernya aku nie umur 21 atau 31 sih ?. Pada nanyain kapan nikah, emang aku udah tua banget gitu, ya ?”

Yah, sepertinya aku memang belum menemukan sang Mr.Right. Orang yang tepat. Jika melihat teman-temanku yang sudah berani untuk membangun rumah tangga di usia yang sangat muda, belum sampai 20 tahun, aku selalu berpikir “ Betapa nekatnya. Betapa beraninya. Mau-maunya meninggalkan masa muda yang hanya datang sekali ? Bisa-bisanya secepat dan semudah itu menyerahkan masa depan di tangan orang lain ? Menyerahkan kebahagiaan dan kehidupan di genggaman seorang laki-laki? Tidakkah kamu ingin berkarya dulu ? Membuat sesuatu yang bisa kau banggakan sebagai hasil kerja sendiri ?”

Source : Google.Com

Maaf. Disini aku tidak membawa-bawa masalah agama. Aku tahu pasti bagaimana pendapat agamaku soal pernikahan di usia muda. Dan dari yang aku lihat, semua temanku yang udah nikah itu happy-happy aja dengan jalan dan orang yang mereka pilih. Mungkinkah aku yang terlalu paranoid ?

Bukan nggak ada yang nawarin sih. Sekali dua kali pernah lah diajakin nikah ma orang. Tapi, ya itu tadi.. aku nggak mau ngambil resiko kehilangan masa muda. Buatku, taruhannya terlalu besar. Mungkin, aku hanya butuh seseorang yang bisa membuatku yakin untuk menapaki gerbang itu. Berani mengambil semua resiko demi hidup bersama dengannya. Tanpa pikir panjang mengatakan " Ya". Itulah “ Mr. Right”.

Source : Google.Com