Minggu, Agustus 31, 2014

Newest.

Oke, aku dapet ide baru untuk nulis novel.
Tentang cewek yang terobsesi banget sama vampire, dan heronya ketua OSIS.
Dan genrenya comedy romance...

Rabu, Agustus 27, 2014

On 23rd Rung

Source : Pinterest

Pada dasarnya, umur dua puluh tiga tahunmu hanya selama satu detik. Yaitu setengah mili detik terakhir hari ini dan setengah mili detik hari besok. Setelah itu, umurmu adalah dua puluh tiga satu detik, dua puluh tiga dua detik, berlanjut terus di dua puluh tiga satu hari, dua hari, dan seterusnya.

Keluargaku tidak punya kebiasaan merayakan hari ulang tahun, bahkan hari ulang tahun bukan merupakan hari yang istimewa. Hari itu adalah hari yang sama seperti hari-hari biasa. Alasannya berkaitan dengan agama. Dan aku sudah sangat terbiasa dengan alasan itu, memahami, dan menerima aturan itu sepenuhnya. Jujur, aku malah aneh lihat orang merayakan ulang tahun secara besar-besaran. Lucu aja, jatah waktu hidup berkurang kok malah dirayakan. 

Tapi, memang ada beberapa umur yang kedatangannya ku rayakan sendiri, dengan caraku sendiri.

Termasuk umur dua puluh tiga ini. Ulang tahunku, 27 agustus.

Aku memang meniatkan melakukan sebuah ritual khusus kali ini. Bukan ritual sihir-sihir aneh loh. Semacam acara personal lah. Karena, umur 23 ini berbeda bagiku. Berbeda dengan cara yang baik dan buruk. 

Buruknya, begitu banyak kesedihan yang menyertaiku menaiki tangga ke-23 ini.

Pertama, aku kehilangan cinta enam tahunku, cinta yang ku pikir akan berakhir dengan bahagia. Sejujurnya aku pikir aku tidak akan pernahmencintai seseorang sedalam dan sekuat itu lagi.

Kedua, aku kehilangan seorang teman beberapa hari lalu. Yah, setidaknya aku menganggap dia temanku. Dan dia melakukan sesuatu yang betul-betul tak dapat ku maafkan. Hal ini membuatku semakin pesimis terhadap yang namanya persahabatan.

Ketiga, akhir bulan agustus ini juga menandai datangnya awal semester baru. Semester tambahanku. Sudah banyak teman-teman seangkatanku yang wisuda dan masuk ke dunia kerja

Keempat, I am a loner now. Really really a loner. Semakin bertambah usiaku, semakin aku menjauhkan diri dari orang lain. Orang terdekatku sekarang adalah keluargaku.

Kelima, aktivitas ngajarku juga nggak berjalan terlalu baik. Aktivitas itu memang mengalihkan tenaga dan pikiranku dari hal-hal aneh. Tapi, semua itu juga sangat menguras energi dan emosiku.

Keenam, keadaan psikologisku yang semakin memburuk. Emosi-emosiku bertambah muram. Gelap dan terang semakin cepat berganti. Dalam gelap, jurang dalam yang biasanya semakin bertambah dalam. Semakin sering aku terbiasa melukai diriku.

Tapi, ada juga hal-hal baru aku temukan. Pengalaman-pengalaman berharga yang berhasil aku tapaki. Di umur 23 ini, aku semakin mengenal diriku. Dan efeknya adalah aku semakin menghargainya, dengan caraku sendiri tentu. Aku temukan ketertarikan, minat, dan cita-citaku. Bukan hal-hal besar sih. Tapi, semua itu membuat aku punya pegangan untuk bertahan hidup.

Memasuki usia ini, aku kehilangan banyak hal. Tapi juga memperoleh banyak hal lain sebagai gantinya.

Saat SMA dulu, aku pikir usia 23 adalah usia pernikahanku. Umur dimana aku menjajaki awal yang baru bersama orang lain. melihat hidupku sekarang, aku pikir hal itu akan terjadi dalam kurun waktu yang agak lama ke depannya. Sekarang adalah masa-masaku benar-benar menikmati diriku. Menemukan apa yang ku sukai, melakukannya, dan mendapatkan kepuasaan serta kesenangan karenanya. Pernikahan terasa masih begitu jauh. 

Jadi, kali ini sedikit spesial.

Aku merayakannya dengan segelas mocaccino panas, sebungkus besar roti sisir selai nanas, dan sebatang lilin putih. Beginilah kalau punya hari ulang tahun tanggal tua, mesti seadanya. Hehehe. Niat awalnya sih beli sekotak brownies kukus dan lilinnya pake lilin ulang tahun yang kecil-kecil itu berjumlah dua puluh tiga buah. Karena penyesuaian dengan kapasitas kantong, akhirnya terpaksa diturunkan. Nggak masalah sih.
Aku nyalakan lilin itu sesaat sebelum detik terakhir pergantian hari. Lalu meletakkannya di nampan bersama roti selai tadi. Ku nyanyikan lagu ulang tahun untuk diri sendiri, lalu pergi ke tepi jendela dan berdo’a pada Tuhan YME atas hidupku di masa lalu dan di masa yang akan datang. Aku juga memposting gambar yang akan jadi mottoku ke depan, dan yaah… menulis postingan ini.

Aku akan biarkan lilin ini menyala sampai habis sebagai lambang harapan, perjuangan, pengorbanan, dan akhir serta awalku. Sebenarnya supaya lebih dramatis, tadi pinginnya lampu kamar dimatiin sampai lilinnya habis. Tapi, karena lampu kamarku ini berbagi dengan kamar adikku di sebelah, maka itu jadi tak mungkin. Bisa-bisa dia heboh sendiri.

Everlasting Candle Flame-Symbol Of Hope 

Aku juga sebelumnya punya niat memberi hadiah buku untuk diri sendiri. Memesan online dengan memperhitungkan waktu pengiriman sehingga buku itu akan datang besok. Tapi, karena satu dan lain hal maka perlu ditunda dulu.

Harapan sih pasti banyak. Pertama, supaya bisa jadi anak, kakak, guru, mahasiswa tingkat akhir, wanita, dan manusia yang lebih baik. Kedua, supaya bisa segera mencapai cita-cita [ ingat resolusi awal tahun ???]. Ketiga, supaya bisa terus berjuang, tidak menyerah akan hidup, dan akhirnya menginspirasi orang lain. Amin.

Dan, karena aku ini antisosial sejati, sejak dua tahun lalu aku sudah mengatur akun FB-ku untuk tak menayangkan tanggal ulang tahunku di beranda orang lain. Alasan pesimis, sih. Malah mungkin cenderung menyedihkan. Aku tidak mau stress sendiri memikirkan siapa di antara 570 orang teman Fb-ku yang cukup peduli padaku untuk mengucapkan selamat. Maka, tidak ada orang di dunia ini selain diriku yang sadar bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku.

Jadi, begini rasanya berumur dua tiga ya. Sama aja rasanya kayak umur dua puluh. :D

Happy birthday to me
Happy birthday to me
Happy birthday...Happy birthday.
Happy birthday to meeeeeeeeeeee.....

Senin, Agustus 25, 2014

Review Film Silver Linings Playbook

Source : Here

Pat Solitano ( Bradley Cooper ) baru saja dijemput oleh ibunya dari institusi perawatan gangguan mental setelah dirawat selama 8 bulan karena Bipolar Disorder. Ia dimasukkan ke tempat itu oleh pengadilan sebagai hukumannya karena memukuli selingkuhan istrinya, Nikki, sampai hampir mati. Waktu itu ia pulang kerja lebih awal dan mendapati istrinya sedang mandi bersama seorang guru sejarah yang setengah botak. Nikki cuma bilang " Pergilah dari sini ". Tanpa pikir panjang Pat menghajar selingkuhan istrinya itu.

Keluar dari RSJ, ia berusaha memulai hidupnya dari awal lagi. Ia tidak punya pekerjaan, tidak punya rumah karena rumahnya sudah dijual oleh Nikki, dan masih harus berjuang mengobati Bipolarnya. Ia menolak mengkonsumsi obat karena menganggap dirinya sudah cukup sembuh. Hal positifnya, Pat mulai rutin berolahraga lari sebagai aktivitas harian yang biasa dilakukannya di RSJ. Dengan begitu, berat badannya mulai turun dan fisiknya sehat.

Suatu hari ia diundang makan malam oleh sahabatnya, Ronnie dan istrinya, Veronica. Mereka ini juga dulu adalah sahabat Nikki. Disinilah ia bertemu seorang wanita bernama Tiffany ( Jennifer Lawrence ). Tiffany baru saja dipecat dari kantornya karena ia tidur dengan semua orang disana yang menyebabkan perkelahian. Ia melakukan itu sebagai bentuk pelampiasan depresi setelah suaminya meninggal dan perasaan bersalahnya karena ia tidak bisa memenuhi keinginian suaminya untuk punya anak. Tiffany juga merayu Pat. Tapi dasar Pat juga punya masalah hati sendiri, ia menolak mentah-mentah ajakan Tiffany. Esoknya, Tiffany menguntit Pat yang sedang melakukan aktivitas larinya. Adegan ini beneran bikin ngakak deh. Kelihatan banget gilanya Tiffany.

Di lain pihak, Pat masih terobsesi dengan Nikki. Ia terobsesi melakukan segala hal untuk memperbaiki hubungannya dengan mantan istrinya itu. Padahal, ia masih kena hukuman pengadilan berupa larangan mendekati, menghubungi, atau berbicara dengan Nikki. Disinilah mulai terbentuk hubungan antara Pat-Tiffany. Tiffany yang juga teman Veronica dan Ronnie yang berarti juga berteman dengan Nikki, menyanggupi mengantar surat Pat ke Nikki yang berisi penjelasan dan permohonan maaf Pat. Tapi, ada syaratnya. Karena Tiffany suka tari, ia butuh Pat sebagai partnernya dalam kompetisi menari yang tidak pernah dilakukannya saat suaminya masih hidup dulu.

Pat & Tiffany

Pat juga masih harus menyelesaikan masalahnya dengan lagu My Cherie Amour yang menjadi lagu pernikahannya dan juga lagu yang sedang mengalun di tape recorder rumahnya saat ia menemukan istrinya selingkuh. Setiap kali dengar lagu ini, tak peduli dimanapun dan kapanpun, ia akan jadi emosian dan lepas kendali. 

Selain itu ada juga Ayah Pat, Patrizio Solitano ( Robert de Niro ), yang punya kecenderungan penyakit OCD ( Obsessive Compulsive Disorder ). Patrizio punya tiga remote untuk menonton pertandingan tim favorit yang jadi obsesi terbesarnya. Ia sangat terganggu bila keteraturannya dirusak, contohnya saat Pat mengambil salah satu amplop bekasnya nya untuk mengirim surat pada Nikki. Ia uring-uringan karena ada yang masuk ruang kerjanya dan mengambil salah satu amplopnya. Padahal amplop itu banyak lho. Ia juga punya takhayul aneh, bahwa tim favoritnya pasti menang kalau ia menontonnya bersama Pat. Akhirnya ia terkena masalah saat mempertaruhkan semua uang untuk modal usahanya pada kemenangan tim favoritnya, yang ternyata kalah. Tapi, di tengah kekurangan-kekurangannya sebagai manusia, ia tetap sekuat tenaga berusaha jadi Ayah yang baik untuk Pat.

Silver Linings Playbook sendiri adalah sebuah ungkapan yang berarti dalam kondisi seburuk apapun, kita harus tetap percaya bahwa ada hal baik yang akan datang nantinya. 

Disini aku tidak akan menjabarkan detail-detail tentang film ini seperti profil pemain-pemainnya yang semuanya sudah diakui kehebatan aktingnya. Aku hanya akan menulis tentang film ini.

Sebagai salah satu bentuk self healing, aku memang mulai mencari film-film Hollywood yang bertemakan mental disorder  terutama Bipolar, Anxiety, Schizophrenia, Agoraphobia, Borderline, dan Antisocial. Daftar filmnya sendiri mungkin hampir 100 judul. Tapi, sejauh ini aku baru dapat 2 ; The Perks Of Being A Wallflower dan film ini, Silver Linings Playbook.

Ada beberapa hal yang begitu menyakitkan sekaligus menyentuh bagiku saat menonton film ini, diantaranya :

1) Stigma. Saat Pat baru keluar dari RSJ, ia hanya ingin berhubungan kembali dengan teman-teman lamanya. Tapi, justru beberapa orang menolaknya karena ia mantan pasien RSJ. Jujur saja, kalau dengar kata pasien RSJ, pasti kita akan menjauh dari orang itu karena menganggapnya gila. Aku dulu juga begitu, sekarang pun mungkin masih. Padahal, tidak semua orang yang dirawat di RSJ itu gila dalam arti yang sama lho. Mentals Disorders kebanyakan hanyalah berkaitan dengan masalah emosi. Kita justru harus mendukung mereka-mereka yang sedang berjuang dengan penyakit mematikan tak kasat mata itu. Pat sampai diikuti oleh polisi kemana-mana. Padahal, kalau aku ada di posisi Pat saat ia memergoki istrinya selingkuh, aku juga kemungkinan besar bakal ngamuk sejadi-jadinya.

Dan bagi kita yang sedang berjuang setiap hari dengan Mental Disorder, jangan merasa takut dan tertekan dengan kebenaran tentang diri kita. Hampir semua manusia punya penyakit dari taraf ringan hingga berat. Jantung, ginjal, kanker, dan macam-macam yang lainnya. Mental Disorder tidak berbeda dengan itu. Hanya sebentuk penyakit yang harus dilawan dan disembuhkan. Ya, aku tidak mengabaikan fakta bahwa tiap hari, tiap waktu terasa begitu berat hingga hampir tak tertahankan. Tapi, itulah kita.

2) Judgement. Disini Tiffany yang mengalaminya. Ia dicap pelacur dan murahan karena tindakannya tidur dengan semua orang di kantornya. Pat sendiri menghakiminya juga. Pat bilang ke Tiffany kalau ia tidak setuju kalau Tiffany menyamakan dirinya dengan Pat di hadapan Nikki karena Nikki tidak akan menyukainya. Padahal, siapa sih Pat ? Ia juga tidak berbeda dengan Tiffany, sama-sama penderita mental disorder. 

Kita harus mengakui bahwa kita adalah makhluk yang senang sekali menghakimi orang lain. Kita melihat tindakan seseorang, lalu berkomentar dan menghakiminya tanpa merasa perlu mengetahui motivasi dan alasan orang itu. Hei, kita tidak hidup di kapal yang sama. Biarkan saja orang lain dengan tindakan mereka. Kalau tidak tahan ingin ikut campur, maka pedulilah. Jangan menghakimi. Tidak ada di antra kita yang lebih baik daripada yang lain, karena hanya Tuhan yang berhak menentukan derajat manusia.

3) Struggling & Affection. Masing-masing tokoh dalam film ini diceritakan dengan masalah psikologisnya masing-masing. Pat dan Tiffany dengan Bipolar dan depresinya, Patrizio dengan obsesif kompulsifnya, Ronnie dengan perasaan tertekannya karena tuntutan-tuntutan istrinya, adik Pat dengan kekhawatiran berlebihannya atas kehidupan sosialnya, dan Dolores ( Ibu Pat ) yang terjepit di tengah-tengah pusaran keanehan dalam keluarganya. Mereka berusaha melanjutkan hidup dan saling peduli satu sama lain dengan caranya masing-masing. Mereka saling menerima kekurangan dan menerima diri mereka apa adanya. Berapa banyak keluarga yang seperti itu ? Yang tetap tinggal dan saling menguatkan ketika tahu bahwa salah satu anggota keluarganya mengidap mental disorder ? Padahal dukungan keluarga adalah faktor terpenting dalam proses penyembuhan.

Beberapa adegan yang aku suka :

1) Ketika Pat baru pulang dari RSJ. Ia menghabiskan malam dengan membaca buku-buku novel klasik yang dulu disarankan oleh Nikki sebagai bahan ajar. Saat selesai membaca A Farewell To Arms karya Ernest Hemingway, ia jadi tertekan karena akhir kisahnya yang sedih. Pat melempar bukunya ke luar jendela, lalu tanpa basa basi masuk kamar orang tuanya yang sedang tidur. Pada pukul 4 pagi. Lalu dengan kalut mondar mandir disitu meneriakkan rasa tidak sukanya pada ending buku itu lalu setelah selesai, ia keluar begitu saja. Dan orangtuanya ? Setelah beberapa kali mencoba menghentikannya cerocosan Pat dan gagal, akhirnya mereka hanya bisa pasrah menonton aksi Pat.


2) Pat mengalami ledakan emosi setelah berpisah dari Tiffany sepulang dari rumah Ronnie. Ia jadi kalut mencari semua video pernikahannya dan semakin tak terkendali saat tak bisa menemukannya. Ibunya yang mencoba menghentikannya malah tak sengaja kena pukulnya. Ayahnya menjatuhkannya karena mengira Pat berusaha menyakiti ibunya. Semua keributan itu membuat seluruh rumah di kawasan itu terbangun.

3) Tiffany mengejar-ngejar Pat ketika lari pagi dan Pat dengan panik berusaha menjauhinya karenan menganggapnya aneh.

4) Pat dan Tiffany makan bersama. Dan Tiffany jadi sangat marah karena menganggap Pat merendahkannya dan menilai dirinya lebih baik ketimbang Tiffany.

5) Dengan blak-blakan dan berani Tiffany membela Pat ketika Patrizio menyalahkannya karena tim favoritnya kalah. 

6) Dan tentu saja adegan penutupnya. Manis sekali.

Sebagaimana sesuatu karya yang baik, juga mesti ada kekurangannya. Menurutku, hal yang kurang dari film ini adalah :

1) Tidak terlalu memfokuskan pada penyakit Bipolar. Hal yang utama dari Bipolar adalah fluktuasi mood. Dan semua itu tidak ditampilkan dalam film ini. Memang Pat mengalami beberapa kali ledakan emosi. Tapi tidak ada adegan saat ia Manic atau Depresi. Mungkin karena genre film ini adalah komedi romantis sehingga dibuat tidak terlalu berat dan gelap.

2) Akhir kisahnya memang manis. Dua orang yang punya mental disorder akhirnya saling menemukan dan mengisi. Tapi, aku agak kurang suka. Kayak gampang banget gitu ya habisnya. Penderita gangguan mental terutama Bipolar merupakan orang-orang yang buruk dalam hal menjalin hubungan cinta. Atau memang karena genre rom-komnya itu, ya.

3) Adegan menarinya. Mengingat adegan ini adalah salah satu adegan terpenting yang jadi klimaks dan titik balik film ini, aku kurang merasakan chemistry tariannya. Entah mengapa. Ekspresi Jennifer & Bradley sudah bagus, tapi tariannya tidak begitu. 

Kalimat-kalimat favorit :

Aku tidak akan minta maaf untuk ini. Kau tahu apa yang akan ku lakukan? Aku akan menyuruh Ernest Hemingway meminta maaf, karena dialah yang harus disalahkan disini ( Pat )

Aku pernah menjadi pelacur murahan, tapi tidak lagi. Akan selalu ada bagian diriku yang hina dan kotor, namun aku menyukainya dengan segala bagian dari diriku. Bisakah kau katakan seperti itu tentang dirimu, brengsek? Bisakah kau memaafkan? Apakah kau bisa sebaik itu? ( Tiffany )

Kau takut hidup. Kau munafik. Kau plin-plan. Kau pembohong. Aku terbuka padamu dan kau malah menghakimiku. ( Tiffany )

EXCELSIOR !!!



Sabtu, Agustus 23, 2014

On The Other Side Of The Door

Di balik pintu
Mungkin ada cahaya yang lebih terang
Atau, skenario terburuknya
Adalah tempat gelap tak berujung
Fifty fifty
Di sisi ini, setidaknya
Ada kepastian
Dari semuanya
Ku pikir itulah yang paling ku butuhkan sekarang
Maka, 
Sepertinya akan ku abaikan pintu itu sedikit lebih lama lagi.

Selasa, Agustus 19, 2014

Lyric, Translation, and Personal Interpretation of All Of Me Song by John Legend

All Of Me by John Legend

What would I do without your smart mouth
Apa yang dapat ku lakukan tanpa mulut cerdasmu
Drawing me in, and you kicking me out
Kau libatkanku dan mengusirku keluar
Got my head spinning, no kidding
Membuatku pusing, sungguh
I can't pin you down
Aku tak dapat mengatasimu
What's going on in that beautiful mind
Apa yang sedang terjadi dalam pikiran yang indah itu
I'm on your magical mystery ride
Aku menaiki kendaraan misteri ajaibmu
And I'm so dizzy 
Aku sangat mual
Don't know what hit me
Tak tahu apa yang sudah memukulku
But I'll be alright
Tapi aku akan baik-baik saja

II
My head's underwater
Kepalaku terbenam dalam air
But I'm breathing fine
Tapi aku dapat bernafas dengan baik
You're crazy and I'm out of my mind
Kau gila dan aku kehilangan akal

III
Cause all of me
Karena seluruh diriku
Loves all of you
Mencintai seluruh dirimu
Love your curves and all your edges
Mencintai lengkungan-lengkungan dan semua tepianmu
All your perfect imperfections
Semua ketaksempurnaanmu yang sempurna
Give your all to me
Serahkan segenap dirimu padaku
I'll give my all to you
Dan aku akan berikan segenap diriku padamu
You're my end and my beginning
Kaulah awal dan akhirku
Even when I lose I'm winning
Meski saat kalah pun aku menang
Cause I give you all of me
Karena ku serahkan seluruh diriku padamu
And you give me all of you, oh
Dan kau serahkan dirimu padaku, oh.

How many times do I have to tell you
Berapa kali harus ku bilang padamu
Even when you're crying you're beautiful too
Meskipun saat menangis kau tetaplah cantik
The world is beating you down 
Dunia menjatuhkanmu
I'm around through every mood
Aku selalu ada mengarungi setiap mood
You're my downfall, you're my muse
Kaulah kejatuhanku, kaulah lamunanku
My worst distraction, my rhythm and blues
Kaulah pengalihan terburukku,  ritme dan musik sedihku
I can't stop singing, 
Aku tak dapat berhenti bernyanyi
It's ringing in my head for you
Selalu terngiang dalam kepalaku untukmu

Back to II, III

Cards on the table, we're both showing hearts
Kartu-kartu di atas meja, kartu kita berdua memunculkan gambar hati
Risking it all, though it's hard
Mempertaruhkan segalanya, walau terasa berat

Back to III

I give you all of me
Aku serahkan seluruh diriku padamu
And you give me all, all of you, oh
Dan kau serahkan dirimu padaku, oh.

Source : Pinterest

Sering denger lagu di atas, nggak ? Akhir-akhir ini lagi populer banget loh.

Kayaknya itu lagu lama, ya. Soalnya musiknya sederhana gitu. Tapi, saking terkenalnya ini lagu sempet dicover ama beberapa penyanyi yang menurut orang lain sih hasilnya lebih bagus. Tapi secara aku baru denger versi asli ini, makanya aku masih bilang kalau ini adalah versi terbaiknya. Lagian aku kan cewek, jadi lebih berasa romantisnya kalau cowok yang nyanyiin.

Aku sering denger sih lagu ini. Terutama nempel banget tuh yang di bagian " aaaaaall... " itu. Tapi baru ngeh pas dimasukkan jadi video iklannya salah satu ajang pencarian bakat tanah air. ternyata adikku punya juga.

Mendengarkan lagu ini, aku merasa terlempar ke masa lalu. Kayak mengalami kehidupan cinta di zaman film hitam putih. Kesan yang langsung kebayang di kepalaku adalah lady-lady inggris zaman dahulu pake gaun renda-renda topi lebar, dengan rok mengembang gitu. Plus ada cowok-cowok ksatria ganteng dengan sepatu kulit, pedang, dan seragam ketentaraan. Pendeknya, kalau dalam buku itu masuk genre Historical Romance.

Secara aku suka sama musik pop mellow, aku langsung menelaah lagu ini. Dan hasilnya adalah menurutku lagu ini cocok banget dinyanyikan oleh orang yang jatuh cinta sama pengidap Bipolar.

Cowok ini jatuh cinta setengah mati sama cewek pengidap Bipolar. Saking cintanya, sampai-sampai meski cewek itu dan penyakitnya bikin dunia cowok ini jungkir balik [ dalam arti yang jelek ], dia nggak bisa meninggalkan cewek itu. Tapi, bukan berarti dia berniat pergi lho. 

Cowok ini mengagumi kecerdasan dan pola pemikiran ceweknya [ Orang Bipolar biasanya kan kreatif banget, bahkan ada yang jenius ], tapi dia juga kelelahan dengan mood swing dan tingkah lakunya . Itu tergambar di lirik  " I'm on your magical mystery ride And I'm so dizzy Don't know what hit me "

Dan, cowok ini memutuskan untuk tetap bersama dengan cewek itu. Dia bersedia menanggung resikonya, bahkan meminta cewek itu untuk menyerahkan diri sepenuhnya padanya [ Pengidap Bipolar terkenal memiliki hubungan cinta yang sulit karena penyakit mereka itu. Bahkan, kapan itu aku baca penelitian kalau ODB memiliki tingkat perceraian yang tinggi dibandingkan dengan orang biasa ], memasrahkan seluruh masalahnya padanya. " The world is beating you down I'm around through every mood ", Cowok ini ingin menemani cewek ODB-nya melewati mood swing, terutama saat depresi. Dia mencintai kekurangan dan kelebihan cewek itu. Dia juga tahu cewek itu punya pengaruh yang buruk terhadapnya. Meski dia kewalahan karenanya, seperti yang tersirat dalam lirik " You're my downfall, you're my muse My worst distraction, my rhythm and blues I can't stop singing, It's ringing in my head for you " cowok itu tetep bertahan.

Lagu ini dilantunkan hanya dengan iringan piano. Sederhana instrumen dan nadanya, tapi dengan begitu justru terdengar tulus dan bener-bener datang dari dalam hati.

Hanya sedikit sekali lagu yang bisa menyentuh hatiku, lebih sedikit lagi lagu yang dapat membuatku meneteskan airmata. Dan inilah salah satu  lagu yang sukses membuatku menangis itu.

Setiap hubungan cinta mungkin punya kesulitan sendiri-sendiri. Tapi, menjalin cinta dengan ODB punya tingkat kesulitan yang tidak biasa.

Aku sendiri mencoba menghindari hubungan cinta. Karena, aku tidak kuat dengan drama. Hidupku aja udah penuh drama internal, nggak perlu lagi ditambah dengan drama dari orang lain. Dan memang, orang-orang yang berhubungan denganku baik percintaan maupun persahabatan, banyak yang pergi dariku setelah merasakan keanehanku. Yah, mereka tidak tahu sih kalau keanehanku itu disebut Bipolar, tapi tetep aja mereka nggak tahan denganku dan memilih menjauh atau mengabaikanku.

Karena itu, lagu ini benar-benar membuatku sedih dan terharu. Ngena banget pokoknya.

Dan jika suatu waktu di masa depan aku berhasil menemukan Mr. Right, aku ingin lagu ini menjadi soundtrack lagu pernikahanku. Kalau perlu aku duet sama Mr. Right itu, dia nyanyiin lagu ini dan aku mengiringi dengan piano.

Romantisss....

Soal bener nggaknya lagu ini ditujukan buat seorang kekasih yang ODB sih aku nggak tahu. Yang ku baca, John Legend menciptakan lagu ini untuk tunangannya [ yang tidak diketahui ODB atau bukan ] dulu. Sekarang sih mereka udah nikah, nggak tahu masih langgeng atau nggak.


Then

Jadi, tadi siang sekeluarga [ minus Ibu yang lagi diklat di Bogor ] kebetulan lagi ngumpul di ruang tengah. Bapak lagi nonton berita siang, adikku yang pertama lagi nonton film di laptop, adikku yang terakhir lagi baca komik di kasurnya yang terletak di ruang tengah itu.

Dan tiba-tiba..

Berita siang itu menayangkan ulasan tentang Marshanda yang mengidap Bipolar Disorder. 

Aku lagi dalam perjalanan ke kamarku, berhenti terus ikut nonton di kursi belakang.

Kalau boleh ku kasih tahu, anggota keluargaku itu tipe orang-orang yang suka dengar berita. Apalagi tentang hal-hal yang belum pernah diketahui.

Dan, mereka bereaksi terhadap berita itu. Adik pertamaku nanya : " Kak, apa sih Bipolar ?," Aku menggelengkan kepala. Dia langsung browsing di androidnya kemudian membacakan hasilnya kepada kami semua. Bapakku juga berkomentar sesuatu tentang berita itu. 

Berita itu ada dua sesi. Sesi pertama, membahas tentang Marshanda & Bipolarnya, juga wawancara dengan psikolog tentang Bipolar.

Sesi kedua, tentang orang-orang terkenal dunia yang diketahui mengidap Bipolar. Juga, naratornya membacakan gejala-gejala Bipolar.

Aku terdiam di  belakang. Tegang. Satu demi satu gejala disebutkan.

Perubahan emosi, insomnia, berbicara terlalu cepat, mengurung diri, dsb. Hatiku bertambah dingin seiring setiap kalimat yang dibacakan. 

Adikku berkomentar sambil menoleh padaku di belakang : " Ih..Ngeri banget ya kak,". Aku hanya diam mematung.

Akankah mereka menyadarinya ? Menyadari bahwa ada salah satu pengidapnya di dekat mereka ? Menyadari bahwa semua gejala itu terjadi di bawah atap yang sama dengan mereka ? Jika mereka teliti dan mengingat-ngingat lebih teliti, aku yakin mereka akan tahu.

Pada akhirnya, berita selesai dan aku kembali masuk kamar.

Entah mengapa, kalau pada waktu itu disitu ada Ibuku, aku yakin dia akan menyadarinya. Menyadari apa yang terjadi pada putri pertamanya.

Ah..


Minggu, Agustus 17, 2014

My Favourite Writers

Pengarang favoritku :

J.K Rowling
Rick Riordan
Meg Cabot
Susan Elizabeth Phillips
Nalini Singh
Sherrilyn Kenyon
Maggie Stievfater
'
Sejauh ini baru mereka bertujuh yang membuatku terobsesi mencari karya-karya mereka. Dan ada satu persamaan mereka yang bikin aku haus dengan novel-novelnya : Tokoh-tokohnya yang sarkastik.
Ah..
Aku cinta sarkasme.
Membuatku tertawa tapi tidak merasa sebagai pembaca gampangan.#ApaPulaIni
Aku juga cinta banget sama buku


Sabtu, Agustus 16, 2014

Review Novel You Know You Love Me, Gossip Girl #2

Source : Here

Judul Asli : You Know You Love Me, Gossip Girl.
Judul Terjemahan : Kamu Tahu Bahwa Kamu Sayang Padaku, Cewek Penggosip.
Pengarang : Cecily Von Ziegesar
Penerjemah : Amelia Listiani
Tebal : 254 Halaman
Bahasa : Indonesia
Tahun Terbit : 2008
Penerbit : Karisma Publishing
Format : Paperback
Target : Remaja
Genre : Young Adult
Serial : Gossip Girl, Buku #2
Status : Milik Pribadi
Nomor serial : 01/T/F/S-F-02/2013
Beli di : Tb. Karisma, Mall Tatura Palu

Blurb :
Selamat datang di Upper East Side di Kota New York, tempat aku dan teman-temanku tinggal di apartemen yang sangat indah dan pergi ke sekolah swasta khusus cewek yang eksklusif. Kami tidak selalu menjadi orang-orang yang terbaik di dunia, tetapi kami menebusnya dengan penampilan keren dan cita rasa kami yang tinggi.

Masukilah dunia Cewek Penggosip-satu dunia yang dihuni golongan atas kota New York yang menakjubkan; dunia yang sarat kecemburuan, pengkhianatan, dan berbagai tindakan yang keterlaluan.

Sudah tiba saatnya untuk mengisi formulir pendaftaran college kami…tidak mendaftar ke college bergengsi bukanlah pilhan, dan diterima oleh college bergengsi pasti benar-benar memalukan… Tetapi aku kenal beberapa cewek yang tidak akan membiarkan tekanan itumembuat mereka depresi. Bagaimanapun juga, tidak ada seorang punyang benar-benar ingin masuk college sebagai seorang perawan.

Aku akan mengamatinya dengan seksama. Aku akan mengamati kita semua. Tahun ini pasti liar dan seru. Aku tahu itu.

Pernah nonton serial gossip girl ? Aku pernah, dulu pas masih SMP berkunjung ke rumah nenek yang punya TV kabel. Yang ku tonton nomor pertama pula. Yang paling ku ingat tuh naratornya memperkenalkan kedatangan kembali Serena Van der Woodsen ke New York.

Buku kedu seri Gossip Girl ini adalah buku pertama yang ku beli, buku yang jadi penghuni awal perpustakaan pribadi kecil-kecilanku. 

Tokoh utama novel ini adalah dua orang cewek kelas 3 SMA bernama Blair Waldorf & Serena Van der Woodsen. Sesuai dengan blurbnya, serial gossip girl menceritakan tentang liku-liku kehidupan para remaja kalangan jetset calon sosialita yang kaya dan gaul di New York. Maka seluruh buku ini bertaburan merek-merek pakaian dan aksesoris ternama yang dipakai oleh mereka.

Di buku kedua ini, masalah yang diceritakan adalah kegelisahan dan kegundahan para remaja itu saat akan memasuki universitas. Selain kaya, tentu wajib hukumnya bagi mereka untuk dapat diterima di universitas bergengsi. Nah, itu kan nggak gampang. Universitas-universitas ternama tentu punya kriteria yang lebih tinggi bagi para calon mahasiswanya. Selain nilai-nilai SAT, mereka juga harus tampil mengesankan saat sesi wawancara.

Selain benang utama cerita di atas, ada beberapa masalah lain yang tengah dihadapi tokoh-tokohnya.

Blair Waldorf, cewek elit yang perfeksionis dan kaku. Ia sudah merencanakan keseluruhan masa depannya dengan matang. Ia memilih teman-teman dan pacar yang dianggap sesuai untuknya. Sepertinya hidupnya sempurna, terutama dengan celana kulit dan sepatu-sepatu bermerk favoritnya. Sayangnya, hidup tidak semurah hati itu. Kedua orang tuanya bercerai karena Ayahnya baru menyadari bahwa dirinya gay. Karena mereka keluarga pengusaha terpandang, tentu saja berita itu sangat menghebohkan New York [ Sebenarnya, detail masalah pecahnya keluarga Blair itu mungkin diceritakan dengan lengkap di buku 1 ]. Sekarang, Ayahnya tinggal dengan pacar cowoknya di Prancis. 

Dan, masalah berikutnya adalah ia masih perawan. Padahal, di Amrik gitu loh. Nggak wajar kalo mahasiswa masih perawan. Saat ia berencana memberikan keperawanannya pada pacarnya, Nate, Ibunya datang dengan kabar yang lebih mengguncang dunia Blair. Ibunya akan menikah dengan pacar barunya dan mengharuskan Blair untuk menjadi pengiring penganting bersama mantan sahabatnya, Serena Van Der Woodsen.

Masalah Serena adalah ia tidak cukup pintar untuk masuk ke Universitas ternama pilihannya. Ia pernah dikeluarkan dari SMA bergengsinya di kota lain karena terlalu lama berlibur hingga ia terlambat masuk semester baru. Akhirnya, ia pindah ke SMA di kota kelahirannya. Sayangnya, kabar tentang Drop Outnya itu memperburuk imejnya. Pun teman-teman lamanya terutama sahabat dekatnya dulu, Blair, menolak bergaul kembali dengannya karena Pacar Blair, Nate, dulu sekali pernah tidur dengan Serena. Oh, dan ia juga dikuntit oleh seorang cowok  melankolis yang kelewatan romantis, Daniel.

Sedangkan Nate sendiri, akhirnya memutuskan bahwa Blair terlalu membosankan untuknya dan tertarik pada cewek montok adik kelasnya yang kebetulan adalah adik perempuan Daniel.

Aku sih lumayan suka ceritanya. Cuman memang agak bertele-tele. Dan karakter tokoh-tokohnya. Yah, mungkin karena mereka masih remaja maka karakternya sederhana, tidak terlalu sulit dipahami. 

Cara bercerita pengarangnya juga membantu untuk memahami pendalaman karakter tokoh-tokohnya. Berasa banget gitu, kalau Blair itu orangnya kayak gini dan Serena itu tipe cewek kayak apa. Tokoh-tokoh pendukung lain juga jelas banget karakternya. 

Dan, masalah yang diangkat juga ga neko-neko, khas remaja cewek pada umumnya. Galau karena masalah milih sekolah, karena cowok, masalah temen, dsb. Pendeknya, baca novel ini berasa kayak nonton FTV banget. Saking biasanya masalahnya, aku jadi agak sebel sebenarnya. Mereka-mereka itu bertingkah seakan mereka paling sengsara di dunia padahal begitu banyak remaja lain yang punya masalah lebih berat daripada mereka. #JadiSewot

Daya tarik buku ini mungkin adalah latar belakang kehidupan tokoh-tokohnya. Kita jadi tahu kayak apa rasanya jadi anak orang terkenal [ meski bukan berarti artis ] yang serba kecukupan, tapi juga penuh tuntutan.

Serial Gossip Girl ini terdiri dari 12 judul. Tapi nggak tahu udah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia semua atau belum. Tapi aku cuma punya satu ini. Abis toko buku tempat aku beli ini tuh toko kecil di mall. Jadi nggak lengkap.

Mau sih ngoleksi semuanya, tapi nggak deket-deket ini. Masih banyak novel lain yang menduduki peringkat teratas dari novel incaranku. Bukan nggak suka, sih. Tapi, menurut aku ceritanya terlalu ringan. Padahal kan aku prefer yang gelap dan rumit. Hehehe.


Untuk cerita, ku kasih rating :


Dan sampulnya, ehm…Maaf. Agak rendah. Kayaknya cover edisi terjemahan Indonesia sama kayak edisi aslinya. Cuma di edisi terjemahan, ada tambahan judul : Kau tahu kau mencintaiku.



Aku tidak yakin bahwa aku bisa terselamatkan.
Dan semua omong kosongku soal menyembuhkan diri sendiri...
Bullshit !!!!

Jumat, Agustus 15, 2014

All I Want

Source : Pinterest

Di saat-saat terburuk, aku sering heran sendiri mengapa aku masih dapat bertahan.
Dan aku berjalan di muka dunia laiknya tidak terjadi apa-apa
Walau agak sulit, sering hampir gagal.
Saat aku merasa tidak tahan dengan sakit yang menggeliat-geliat di dalam dadaku
Di dalam otakku
Di sekujur tubuhku

Ketika aku tersenyum pada orang lain, padahal dalam diriku setengah mati mencaci dengan semua sumpah serapah yang ku tahu
Dan aku berdiri di tempatku biasanya berada, memproklamirkan kalimat-kalimat baik tentang hidup, harapan, kekuatan, kepercayaan, masa depan, dll
Sementara seluruh diriku sekarat, menginginkan untuk jadi tak pernah ada.
Dan aku sering heran betapa kuatnya ternyata aku ini.
Mati-tapi entah mengapa tetap hidup.

Aku hanya berharap bahwa aku akan terus cukup kuat melewati  jalan ini
Sehingga aku dapat mencapai fase tertinggi, tempat terpuji yang jarang dicapai orang lain
Yaitu fase dimana aku dapat melindungi orang-orang lain dari rasa sakit yang sama 
Karena aku tahu betapa dingin dan mengerikannya tempat gelap yang ku pijak
Aku tidak mau mereka mengalami hal yang sama, khususnya orang-orang yang ku kasihi.
Ketika aku tidak peduli lagi bahwa perlindunganku akan semakin melukaiku
Karena mereka tidak tahu, tidak mengerti, tidak memahami apa yang coba ku jauhkan dari mereka
Dan aku terlalu letih untuk menjelaskan apa-apa yang tak akan mereka percaya, hal-hal buruk yang biasanya hanya ada di film, terlalu jauh untuk jadi nyata.
Ketika yang ku inginkan hanyalah melihat mereka menjalani hidup yang lurus dan baik
Tumbuh dengan wajar
Memiliki pengalaman-pengalaman yang biasa
Dan menjadi manusia utuh dengan jiwa dan raga yang murni
Yang akhirnya membuat mereka bahagia dengan mudah
Jauh dari mimpi buruk, bekas luka, kepahitan, dan ketakutan yang tak berujung

Senin, Agustus 11, 2014

Deep Dream

Source : Pinterest

Pernahkah kamu bermimpi sesuatu yang sangat sangat sangat indah, sehingga kamu meneteskan airmata ketika terbangun ? Kamu begitu menginginkannya hingga terasa menyakitkan, tapi di saat bersamaan kamu sadar bahwa itu cuma mimpi ? Kemudian perasaan menginginkan itu harus dipaksa memudar, yang pada akhirnya meninggalkan jejak berupa kehampaan besar dalam hatimu ?.

Pernahkah kamu terbangun dari tidur, lalu sesaat lamanya lenyap dalam distorsi. Ketika mimpi yang baru saja kamu tinggalkan terasa lebih nyata ketimbang kenyataan itu sendiri ?

Sabtu, Agustus 09, 2014

It's Better To Be Like This

Lebih mudah seperti ini
Menarik diri, merajut selubung tebal hari demi hari
Dengan begitu mata dunia tak akan tertuju ke sini
Karena semakin waktu berjalan
Entah mengapa rasanya lebih mudah untuk diam saja
Lalu semua yang terserak dan terpapar dalam dada
Lebih baik diraba, diuraikan sendiri

Lebih mudah seperti ini
Jadi, tidak ada tuntutan untuk menjelaskan
Memaparkan
Segala sesuatu yang sebenarnya telah begitu jelas, hanya ditakacuhkan
Menyembunyikan
Kisah-kisah pilu dan kesalahan-kesalahan besar
Yang sebenarnya, mengingatnya pun telah membuat hati terasa mati

Lebih mudah seperti ini
Ada rasa takut, gelisah, khawatir
Jika kotak pandora ini terbuka
Maka akan jadi terlalu gelap untuk didekati
Diperbaiki
Dihidupkan kembali
Dan pada akhirnya lebih cenderung untuk ditinggalkan dan diabaikan
Karena lebih mudah bersikap tak peduli

Ya,
Lebih mudah seperti ini saja.

Lebih baik seperti ini...


Kamis, Agustus 07, 2014

Scene..

Dear, Rega....

Pengalaman pertamaku naik kereta adalah ketika berumur 17 tahun dan baru lulus SMA. Ketika itu aku melarikan diri dari rumah untuk yang kesekian kalinya. Hanya saja, itu pertama kalinya aku tidak punya tempat yang dituju. Itulah satu dari sedikit hal yang hilang dariku karena sekolah di tempat yang jauh dari rumah. Teman-teman dekatku juga berada di kota-kota yang jauh, dan teman-teman saat SMP sudah hanya jadi sekedar kenalan biasa saja yang tak mungkin dibebani dengan masalah-masalah yang sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan mereka.

Jadi, saat itu sekitar pukul delapan pagi saat aku memutuskan pergi setelah bertengkar hebat dengan Ibu. Uang yang ku pegang tidak lebih dari dua ratus ribu. Aku hanya terpikir membawa satu setel pakaian di ransel dan handphone. Hanya ada satu tujuan di kepalaku : pergi kemanapun asal tidak di kota ini.

Sepanjang perjalanan aku sms-an dengan Liliana, menanyakan sedetail mungkin cara naik kereta. Aku tidak menceritakan masalahku, tapi dia menjawab kekhawatiran dan ketakutanku. Katanya, saat ini transportasi umum sudah aman jadi aku tidak perlu takut. Tinggal naik saja kereta yang benar dan turun di stasiun yang benar pula. 

Di pintu gerbang stasiun aku tertegun melihat begitu banyaknya kerumunan orang berjubel. Kumal, kusam, berantakan, dan kotor. Dan banyak mata menatapku. Seolah tahu bahwa tidak seharusnya aku berada di situ. Seolah tahu apa yang ku tinggalkan, dan apa yang ku bawa. Semua kursi penumpang penuh. Dan aku duduk di lantai di sudut stasiun, gemetaran tak terkendali. Aku melewatkan kedatangan dua kereta. Ku pikir stasiun sama seperti bandara ketika pesawat telah tiba, lama kelamaan akan semakin sepi. Ternyata justru semakin ramai. Aku lapar, khawatir, marah, takut, sedih, dan putus asa. Ada seorang petugas mendatangiku dan menanyakan tujuanku. Aku bilang aku menunggu teman yang akan pergi bersama-sama. Aku tahu dia tidak percaya, terutama karena sudah hampir dua jam aku  tak beranjak dari situ. Tapi, tiba-tiba saja aku ingat nenekku yang tinggal di Solo. Lalu, aku langsung ke loket dan membeli tiket jurusan Solo yang kebetulan, menjadi kereta berikutnya yang tiba.

Untung saja perjalanannya menyenangkan. Keretanya tidak terlalu penuh, jadi gampang saja mendapatkan tempat duduk yang kosong. Dan beberapa saat kemudian, ada seorang penjual makanan kecil yang menyenangkan memilih duduk di kursi di belakangku dan mulai bercerita panjang lebar tentang insiden pengrusakan kereta ini oleh suporter bola salah satu klub di tanah air tiga hari lalu. Itu menjelaskan mengapa kereta ini kelihatan habis mengalami tabrakan hebat. Pendek kata, aku tiba dengan selamat di Solo dan nenek menjemputku di stasiun kereta.

Dari peristiwa itu aku sadar bahwa pelajaran hidup sering terjadi bersamaan dengan hal-hal yang tidak enak. Dalam hal ini, peristiwa menyakitkan di rumah yang membuatku kabur ternyata juga memberiku pengalaman naik kereta pertama kali. Memang terlihat kecil dan tak berarti bagi orang lain, tapi untukku itu sangat berharga mengingat ketakutan berlebihanku untuk pergi sendirian menuju tempat yang asing.

Sayangnya, ternyata  sebuah pengalaman yang terasa menyenangkan di suatu waktu belum tentu terasa sama menyenangkannya di waktu yang lain. Lebih tepatnya, naik keretaku yang sekarang [ ini kedelapan kalinya, ngomong-ngomong ] tidak terasa semenyenangkan yang pertama dulu. Memang saat ini aku sudah berani dan hampir yakin dengan tempat tujuanku. Namun, keretanya penuh. Dan aku membawa koper. Sulit sekali berjalan dengan menarik [ dan kadang mengangkat ] koper di antara lorong-lorong kereta. Kardus dan tas jinjing diletakkan di tengah lorong, padahal ada ruang kosong di bawah kursi si empunya. Sepertinya mereka tak mau repot, atau tidak mau mengurangi kenyamanan menyelonjorkan kaki. Kadang hidup bisa menjadikan seseorang begitu egois dan kejam. Tega mengesampingkan kebutuhan orang lain hanya untuk sedikit kepuasan pribadi.

Aku harus menyusuri dua gerbong sebelum mendapat tempat duduk. Bisa lebih lama lagi, jika aku tidak memberanikan diri duduk bersama rombongan orang asing.

Aku duduk bersama satu keluarga yang beranggotakan Ayah, ibu, dan tiga anak kecil yang dua diantaranya terlalu lincah dan yang satu masih menyusui dalam pelukan ibunya. Ini tempat teraman yang bisa ku dapat. Ada bangku-bangku lain yang masih kosong satu atau dua, hanya saja kalau tidak berhadapan dengan anak-anak muda perokok berpakaian preman, maka om-om lusuh yang terlelap dengan pulas, atau gerombolan cewek-cewek alay yang terlalu ribut dengan gosip-gosip mereka. Yah, lebih baik aku duduk bersama keluarga ini saja. Mereka sibuk dengan anak-anak mereka sehingga tidak sempat berbicara denganku, suatu hal yang ku syukuri. Dua anak mereka memang sedikit ramai dan hiperaktif, tapi setidaknya mereka tidak palsu atau memandangku dengan tatapan menilai. Dan jelas tidak ada kemungkinan bahwa entah bagaimana mereka adalah penculik wanita, atau pembunuh berantai, atau yah….yang lagi ngetren sekarang, penghipnotis sekaligus pencopet yang sedang menyamar.

Maka, disinilah aku. Masih tiga jam lagi sebelum sampai di Bandung. Waktu yang cukup lama untuk memikirkan sesuatu. Dan aku mendapati diriku menulis ini, di agendaku pula. Entah mengapa aku menulis namamu di atas. Mungkin karena aku sedang butuh teman bicara, dan tidak mungkin aku menelepon atau mengirimimu pesan setelah apa yang ku lakukan padamu. Kaulah orang terdekatku akhir-akhir ini. Dan aku tidak bisa memikirkan orang lain untuk ku tulis namanya. Surat tradisional seperti ini, harus bernama kan ? Maksudku, mungkin bagimu untuk mengirim sms kepada siapa saja, bahkan dengan orang tak kau kenal yang nomornya hanya kau ketik secara acak. Tapi tidak dengan surat. Tidak ada surat anonim. Bahkan jika kau tak mencantumkan namamu sebagai pengirim, kau tetap harus membubuhkan nama orang yang ingin kau kirimi surat.

Tidak ada yang spesial. Hanya saja aku mendapati ternyata mudah menuliskan sesuatu ketika itu ditujukan padamu. Hampir seperti bercakap-cakap yang biasa kita lakukan. Perbedaannya adalah kau jadi bayangan imajiner di kepalaku. 

Karena bayangan imajinermu tidak mungkin memarahiku, maka ini kesempatanku untuk sekali lagi bilang maaf. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan baik. Apalagi mencoba mendebatkan alasanku yang memang ku sadari begitu lemah. Ini yang bisa ku katakan : kau ingat pembicaraan kita beberapa waktu lalu tentang takdir ? dan firasat ? dan kesempatan kedua ?.Nah, saat ini aku sedang mengejar semua itu. Kau sendiri yang berpendapat bahwa firasat-firasatku banyak benarnya. Dan aku punya perasaan bahwa firasat kali ini akan menuntunku kepada sesuatu, atau lebih tepatnya seseorang, yang sudah sekian lama ku cari jawabannya. Ini adalah kesempatanku mencari jalan takdirku, memastikan bahwa aku tidak akan menyesal di waktu-waktu mendatang.

Kalau kau masih tidak mengerti, aku tak akan memaksanya. Toh surat ini juga tak akan sampai padamu. Aku hanya iseng menulis ini, ingat ?

Dari atas kereta takdir,

M-renz

Salah satu konsep surat dalam satu rencana novelku. Ceritanya tentang cinta di masa lalu. Judulnya Unchanging Things. Tokohnya bernama Maren, Billy, dan Rega.


Rabu, Agustus 06, 2014

Ada benda-benda tertentu dalam hidup yang kita lindungi dan kita hargai lebih tinggi karena kenangannya. Atau nilai kebanggaannya. Kebanyakan hanyalah benda remeh temeh seperti selembar kertas piagam, bunga kering di buku harian, patahan-patahan perhiasan tua, pakaian lama yang sudah apek dan bulukan, coretan-coretan tak beraturan di potongan kertas, carikan-carikan tiket kendaraan atau tempat hiburan, bahkan yang sangat sepele seperti sebutir kancing baju.

Kita menyimpan semua itu dengan sangat baik. Melebihi perlakuan kita pada benda-benda yang mahal dan baru kita beli.

Tak apa merasa sentimentil. Itu kan bukti nyata dan abadi dari perjalanan-perjalanan yang sudah berhasil kita lewati. Bersama segala rasa dan emosi yang menyertainya.

Pada akhirnya, itulah bukti bahwa kita pernah hidup.

Minggu, Agustus 03, 2014

Half Reality, Half Fiction

Source : Pinterest

Biasanya aku tidak suka mengkritik selera orang lain-terutama selera musik.

Kalau ada jenis musik yang ku benci, maka itu adalah musik disko. Dan metal. Rock, bisa ku nikmati beberapa tergantung dari lirik dan seberapa jelasnya penyanyinya membunyikan kata-katanya. Intinya, aku benci musik keras yang berdentam-dentam.
Semua itu terdengar bertambah buruk sepuluh kali lipat di telingaku yang baru bangun tidur singkat setelah begadang semalaman-begadang berarti begadang, tidak tidur sepicing pun hingga hari beranjak terang. Musik diciptakan untuk menjadi penghiburan, menjadi penenang untuk hati yang lelah dari kerasnya dunia nyata. Karena itu, musik haruslah lembut. Aku tidak mengerti mengapa orang membuat musik keras semacam musik disko. Siapa yang bisa merasakan ketenangan saat musik yang keras dan menyayat telinga-dan dalam kasusku, kesabaranku ? Boleh ku beri tahu sesuatu tentang penelitian tentang musik keras yang tidak sengaja ku baca saat di bangku kuliah, bahwa penikmat musik keras lebih borpotensi, berapa persen tepatnya aku lupa, untuk melakukan kekerasan dibandingkan penikmat musik lain. Mungkin karena penikmatnya bukan bertujuan untuk relaksasi, tapi sekedar pelengkap untuk kegiatan lain yang menjadi pilihan utama melepas penat-berjoget.

Musik pilihanku ? Pop mellow. Jenis yang bisa dinikmati setiap saat tanpa membuat telinga sakit. Baik sebagai teman membaca buku, belajar, minum teh, berjalan-jalan, jogging, atau pengantar tidur.

Itulah sebabnya aku tidak suka diskotik. Tempat itu menduduki nomor-nomor awal dari tempat yang paling tak ingin ku kunjungi kembali. Yang menjadi alasan diriku dilabeli sebagai “ cewek nggak asyik “ di bangku kuliah, dan di kantor setelahnya.

Alasan utamanya mungkin karena tingkat toleransiku yang sangat rendah kalau boleh dibilang hampir tidak ada. Aku yakin di planet ini bukan aku saja yang benci jenis musik keras. Hanya saja, orang lain memilih diam dan mengikuti alur, dalam hal ini, ikut mejeng di diskotik dan memaksa diri mendengarkan musik keras dan berdentam yang sebetulnya bukan kegemarannya, daripada berkelahi dengan penggemar musik itu yang bisa mengakibatkan dirinya terkena masalah. Sedangkan diriku memilih jalan ekstrem, seperti selalunya. Menolak mentah-mentah ajakan ke diskotek karena aku tidak suka musiknya yang menyebabkan diriku kehilangan prospek mendapatkan teman yang lebih banyak dan memperluas lingkup pergaulan. Mengunci diri di rumah, dengan musik mellow kebanggaanku, membaca buku, dan itulah kurang lebih definisi kebahagiaan versiku.

Benar-benar khas “ cewek nggak asyik “.

Bagaimanapun rasa tidak sukaku, semua itu mesti ku tekan saat ini.

Aku sedang berada di toko buku bekas. 

Jumat, Agustus 01, 2014

Agoraphobia

Source : MangaFox

Kemungkinan besar dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, aku akan jadi seorang pengidap agoraphobia-phobia keluar rumah. Setelah bipolar disorder, PTSD, perfeksionis, anti sosial, dan kini agoraphobia. Hebat, benar-benar hebat. Masa depan yang cerah ceria benar-benar menungguku di depan sana.

Emosiku lebih kerdil daripada anak umur sepuluh tahun. Begitu banyak hal yang bisa dengan mudah melukaiku. Membuatku trauma, menjadikanku phobia, menanamkan ketakutan padaku. Setelah kejadian shubuh tadi, aku semakin menyadari bahwa betapa sedikitnya hal yang dapat ku kendalikan, terlalu sedikit sesuatu yang bisa ku atur, ku jalankan sesuai kehendakku. Kebanyakan berlalu melewatiku, tanpa sedikit pun melihat ke arahku. Aku tidak bisa. aku tidak akan bisa lagi melewati kejadian seperti itu. Aku tidak bisa tiba-tiba harus memikul tanggung jawab sebesar itu di pundakku, memikul nasib orang lain yang bahkan tak ada sangkut pautnya dengan dunia kecilku.

Seharian ini aku keluar rumah hanya ke masjid untuk sholat. Dan setiap kali melangkah keluar, bahkan memikirkannya saja, sudah membuatku panik dan ketakutan. Aku mengintip keluar dari jendela rumahku, memastikan tak ada orang yang bisa mempengaruhi emosiku. Aku berjalan cepat, lalu kembali pulang dengan cepat juga. Berkeringat dingin, nafasku tak teratur, dadaku sesak, kakiku gemetaran, pikiranku dipenuhi ilusi tentang penghakiman dalam tatapan mata orang lain. Hatiku dipenuhi rasa takut dan kepanikan, ingin menangis, rasanya tanah akan sewaktu-waktu terbelah di bawah kakiku lalu menenggelamkanku ke lubang gelap tanpa dasar, udara memampat di organ pernafasanku, dan langit mengancam akan runtuh setiap waktu.

Source : MangaFox

Aku takut. Takut sekali.

Aku tidak tahu bagaimana harus melewati semua ini. Lebih baik aku di dalam rumah sini saja, aman dan nyaman di dalam kamar kecilku, dikelilingi oleh semua hal yang ku cintai, segala sesuatu yang lebih bisa ku tangani. Ada keluargaku disini, animeku, buku-bukuku, kasurku, kipas anginku, dan….perasaan aman dan nyaman ini. Tak ada lagi yang ku butuhkan. Aku tidak mau keluar rumah. Terlalu banyak hal menakutkan di luar sana. Aku sama sekali tidak bisa meramal masa depan. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi padaku saat selanjutnya aku berada di luar ? atau selanjutnya lagi ?

Dan siapa yang bisa menjamin bahwa orang-orang di luar sana tidak menghakimiku setiap kali melihatku ? melihat arah dan jalan yang ku tuju ? siapa yang bisa melindungiku dari mereka ? siapa yang bisa membelaku dan berdiri di depanku, ketika aku telah putus asa dan kehilangan kata, saat seluruh dunia mencibir dan memandang rendah alasan-alasanku ?? Siapa ???

___________________________________________________________________________
Catatan tambahan ini ditulis beberapa jam kemudian  dari tulisan di atas, saat aku sudah mulai tenang.

Aku akan menceritakan kisahku tadi pagi. Kisah yang membuatku masuk dalam antrean sebagai calon pengidap agrophobia.

Jadi, aku punya tetangga yang rumahnya depan rumah, untuk menghormati privasi beliau dan privasiku sendiri di dunia nyata [ siapa tahu aja ada orang dari dunia nyataku yang dengan sengaja atau tidak sengaja membaca postingan ini ], sebut saja namanya Mr. D.

Sudah sejak aku KKN kurang lebih dua bulan lalu, beliau ini mendadak jatuh sakit. Komplikasi penyakit dalam yang banyak banget. Jantung, ginjal, darah rendah, dll entah apalagi. Beliau ini kebetulan seorang yang terpandang di lingkunganku, karena beliau adalah seorang ulama besar. Tidak ada orang yang tidak kenal. Sakitnya ini parah banget. Kalo pas kambuh bisa pingsan tiba-tiba, dan...ah entah apalagi.

Fajar tadi, saat aku akan berangkat sholat shubuh ke mesjid, kebetulan aku bersua dengan dia. Karena rumah kami berhadapan, tentu sering sekali kami kebetulan bertemu dalam perjalanan ke mesjid. Masalahnya, saat melihatnya tadi pagi, perasaanku tiba-tiba tidak enak. Tapi mau balik ke rumah, sudah kepalang tanggung. Apalagi beliau sepat melihatku, kelihatan sekali nanti kalau aku menghindar. Beliau berjalan di depanku.

Dan beberapa detik dan beberapa alangkah kemudian, firasat burukku menjadi kenyataan. Tiba-tiba dia melambat dan menepi di pinggir jalan, lalau terbatuk-batuk dengan keras. Aku berjalan mendahuluinya, dengan khawatir menengok ke belakang padanya karena dia juga mulai muntah-muntah. 

Dan...

Belum sempat aku mencerna kejadian itu, tiba-tiba beliau tumbang. Jatuh ke jalan sambil kejang-kejang dan tangannya kayak orang kambuh stroke gitu.

Refleks aku langsung menghampirinya. Berteriak-teriak memanggil namanya. Lalu aku berteriak meminta tolong. Di mesjid, orang-orang sedang sholat shubuh, sudah di pertengahan sujud rakaat pertama. Tidak ada orang lain di sekelilingku. Hari masih begitu gelap. Beliau masih kejang-kejang. Aku ragu antara mau memegangnya atau tidak, mau membantunya duduk atau apalah tapi takut kekuatanku tidak sanggup menahan tubuh beliau. Takut setengah mati kalau beliau kenapa-kenapa karena jujur saja, aku paling nggak bisa menangani hal seperti ini.

Lalu, dengan seketika ku putuskan untuk ke rumah beliau mencari bantuan dari anggota keluarganya. Jaraknya tidak jauh kok, tidak sampai 50 meter dari rumah kami. Aku berdo'a setengah mati supaya masih ada orang di rumah beliau.

Lalu ku gedor-gedor pintu rumah beliau yang baru, mengkilap oleh pernis, dan tebal itu. Aku berteriak-teriak di depan rumahnya, sambil memukul-mukul seperti orang kehabisan akal. Beberapa saat berlalu, tidak ada yang keluar rumahnya. Karena khawatir dengan keadaan Mr. D yang terbaring di tengah jalan tanpa ada yang menunggui, aku memutuskan akan mencoba memapahnya sendirian saja. Begitu sampai di ujung halaman rumah Mr. D dan melihat ke jalanan tempat beliau terbaring tadi, ternyata beliau sudah berdiri lagi dan berjalan ke arah mesjid. Karena sudah tak ada lagi yang dapat ku lakukan, wong orang rumahnya aja tetep nggak ada yang keluar, aku menyusul beliau ke mesjid. Mr. D berjalan tertatih-tatih sambil masih terbatuk-batuk hebat. Bahhkan beliau sempat berhenti sebentar sambil bersandar di tiang masjid. Aku menatapnya khawatir. Tapi beliau lalu masuk dan sholat shubuh berjama'ah. 

Begitu sholat selesai, ternyata di belakangku ada anak perempuannya yang terlambat sholat. Aku memanggilnya dan menceritakan kejadian tersebut. Dia membenarkan memang mendengar suaraku, tapi saat dia membuka pintu, ternyata aku sudah pergi. Sedang Mr. D sendiri, begitu selesai sholat langsung berbaring di lantai masjid.

Masalahnya, aku mendengar cerita dari adikku yang teman akrab anak perempuan Mr. D itu. Saat ditanya anak perempuannya : " Pak, kenapa tadi ?,", Mr. D menjawab : " Iya, tadi saya sempat pingsan sebentar. Eh, saya kira Nf [ Nama panggilanku di rumah ] mau nolongin, ternyata malah lari pulang,". Anaknya menjelaskan bahwa aku lari itu minta pertolongan ke rumah mereka.

Begitu ku tanya ibuku, apa yang akan dilakukannya ketika berada di posisiku, ibuku menjawab bahwa dia mungkin juga akan berteriak-teriak histeris sepertiku. Sedang adik perempuanku bilang, kalau itu dirinya, dia akan langsung memeganginya dan membantunya duduk atau berdiri. Perkataan Mr. D diatas, sepertinya menyiratkan bahwa beliau menyesali keputusanku meninggalkannya di tempat itu.

Dan sampai maghrib tadi keadaan beliau belum juga membaik. Ayah dan ibuku yang menjenguk mengatakan bahwa Mr. D bilang " Yah, kalau dalam keadaan darurat nggak apa-apa [ maksudnya memegangi dia ],"

Dan sepanjang hari ini aku tertekan oleh perasaan bersalah. Apa aku tadi melakukan hal yang benar dengan meninggalkan beliau di jalan, lalu lari ke rumahnya, alih-alih menolongnya dan menunggu pertolongan ? Kalau iya, bagaimana kalau tadi beliau tidak langsung sadar, tapi justru malah tambah parah dan orang-orang yang mungkin akan datang setelahnya, menyalahkanku karena tidak segera memanggil bantuan ? Bagaimana kalau tadi beliau kenapa-kenapa ? 

Dan aku merasa, sepanjang hari ini, orang-orang menatapku dengan pandangan penghakiman. Mungkin aku saja yang terlalu parno. Karena kenyataannya yang tahu kejadian pagi tadi mungkin cuma keluarga Mr. D dan keluargaku. Entahlah. 

Apa yang harus ku lakukan ? Yang mana yang benar sebenarnya ? Memangnya apa yang bisa ku lakukan dalam situasi seperti itu ? Apa yang akan dilakukan orang lain ? Perempuan lain ? Dalam posisi yang sama ? Apakah keputusanku bijaksana ? Apakah jalan yang ku ambil itu mempengaruhi nasibku dan keadaan Mr. D ? 
Source : MangaFox