Rabu, Desember 18, 2013

My Fiction Scene #1

“ Langitnya indah.” Katamu seraya menudingkan telunjuk ke angkasa.

Aku terbengong-bengong. Responmu itu memotong segala argumentasi hebatku tentang masalah akuntansi yang kau ajukan semalam. Itu reaksimu atas segala penjelasan ilmiah yang ku kuliahkan tanpa henti sedari tadi ?

Tentu saja pilihanku hanyalah mendongakkan wajah ke arah yang kau tunjuk. Memang indah. Tapi, apakah sepenting itu ? Lebih penting daripada teori-teori kesejahteraan ekonomi dari negeri antah berantah yang ku lahap berjam-jam tadi pagi demi bisa melenyapkan senyum kemenanganmu setiap kali aku kalah berdebat darimu ?

“ Oke.. Langitnya indah. Tapi, bagaimana pendapatmu tentang pandangan ekonomi kapitalisme ala Marx ? Bagaimana fleksibilitas sistem akuntansi untuk mendukung atau menolak teori itu ? Jawablah. Apa yang terjadi di langit saat ini tak penting.” Cecarku, mungkin agak terlalu bersemangat.

Kau tak menyanggah rentetan debatku.

“ Tentu saja penting,” balasmu tanpa memalingkan wajah. “ Ini bulan desember kan ? Jarang sekali di bulan-bulan penghujan seperti ini langit sangat bersih dan awan begitu terang,”. Sekarang kau menutup kedua matamu tanpa bicara lebih banyak.

Ada sesuatu tentang ekspresimu saat itu yang membuatku bungkam. Mungkin karena aku tak pernah melihatmu sedamai itu sebelumnya ? Atau karena pantulan teduh matahari yang membalikkan sinar di wajahmu ? Apa karena senyum kecil kebahagiaan yang tak kunjung lenyap dari bibirmu ?

Aku meletakkan gelas aqua yang dari tadi ku pegang ke samping tubuhku. Ku selonjorkan kedua tanganku ke belakang dan mendongak ke arah langit, mengikuti tingkahmu.

Angin laut berhembus perlahan. Aah, cerah sekali langitnya. Namun, anehnya tidak menyilaukan pandangan.
Apakah gumpalan awan itu yang disebut Altocumulus ? Atau Cumulus ? Cumulonimbus? Entahlah.

Dan disitulah kita. Duduk tenang tanpa sepatah kata pun selama setengah jam berikutnya.

Source : Pinterest

# It's Just A Fiction...Fiction..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

This is virtual world. Tapi, inilah tempat yang justru membuat diri kita bisa sejenak melepaskan topeng-topeng dan jubah kepalsuan di dunia nyata. So, this is the real me, yang tak pernah ku tunjukkan kepada kenyataanku. Mari saling berbagi dan bercerita tentang hidup. Feel free to leave your comment. I am not too creative to reply the comments. So, sometimes i don't reply it. But, Please believe that i definitely read your single comment and really appreciate it.