Senin, Agustus 25, 2014

Review Film Silver Linings Playbook

Source : Here

Pat Solitano ( Bradley Cooper ) baru saja dijemput oleh ibunya dari institusi perawatan gangguan mental setelah dirawat selama 8 bulan karena Bipolar Disorder. Ia dimasukkan ke tempat itu oleh pengadilan sebagai hukumannya karena memukuli selingkuhan istrinya, Nikki, sampai hampir mati. Waktu itu ia pulang kerja lebih awal dan mendapati istrinya sedang mandi bersama seorang guru sejarah yang setengah botak. Nikki cuma bilang " Pergilah dari sini ". Tanpa pikir panjang Pat menghajar selingkuhan istrinya itu.

Keluar dari RSJ, ia berusaha memulai hidupnya dari awal lagi. Ia tidak punya pekerjaan, tidak punya rumah karena rumahnya sudah dijual oleh Nikki, dan masih harus berjuang mengobati Bipolarnya. Ia menolak mengkonsumsi obat karena menganggap dirinya sudah cukup sembuh. Hal positifnya, Pat mulai rutin berolahraga lari sebagai aktivitas harian yang biasa dilakukannya di RSJ. Dengan begitu, berat badannya mulai turun dan fisiknya sehat.

Suatu hari ia diundang makan malam oleh sahabatnya, Ronnie dan istrinya, Veronica. Mereka ini juga dulu adalah sahabat Nikki. Disinilah ia bertemu seorang wanita bernama Tiffany ( Jennifer Lawrence ). Tiffany baru saja dipecat dari kantornya karena ia tidur dengan semua orang disana yang menyebabkan perkelahian. Ia melakukan itu sebagai bentuk pelampiasan depresi setelah suaminya meninggal dan perasaan bersalahnya karena ia tidak bisa memenuhi keinginian suaminya untuk punya anak. Tiffany juga merayu Pat. Tapi dasar Pat juga punya masalah hati sendiri, ia menolak mentah-mentah ajakan Tiffany. Esoknya, Tiffany menguntit Pat yang sedang melakukan aktivitas larinya. Adegan ini beneran bikin ngakak deh. Kelihatan banget gilanya Tiffany.

Di lain pihak, Pat masih terobsesi dengan Nikki. Ia terobsesi melakukan segala hal untuk memperbaiki hubungannya dengan mantan istrinya itu. Padahal, ia masih kena hukuman pengadilan berupa larangan mendekati, menghubungi, atau berbicara dengan Nikki. Disinilah mulai terbentuk hubungan antara Pat-Tiffany. Tiffany yang juga teman Veronica dan Ronnie yang berarti juga berteman dengan Nikki, menyanggupi mengantar surat Pat ke Nikki yang berisi penjelasan dan permohonan maaf Pat. Tapi, ada syaratnya. Karena Tiffany suka tari, ia butuh Pat sebagai partnernya dalam kompetisi menari yang tidak pernah dilakukannya saat suaminya masih hidup dulu.

Pat & Tiffany

Pat juga masih harus menyelesaikan masalahnya dengan lagu My Cherie Amour yang menjadi lagu pernikahannya dan juga lagu yang sedang mengalun di tape recorder rumahnya saat ia menemukan istrinya selingkuh. Setiap kali dengar lagu ini, tak peduli dimanapun dan kapanpun, ia akan jadi emosian dan lepas kendali. 

Selain itu ada juga Ayah Pat, Patrizio Solitano ( Robert de Niro ), yang punya kecenderungan penyakit OCD ( Obsessive Compulsive Disorder ). Patrizio punya tiga remote untuk menonton pertandingan tim favorit yang jadi obsesi terbesarnya. Ia sangat terganggu bila keteraturannya dirusak, contohnya saat Pat mengambil salah satu amplop bekasnya nya untuk mengirim surat pada Nikki. Ia uring-uringan karena ada yang masuk ruang kerjanya dan mengambil salah satu amplopnya. Padahal amplop itu banyak lho. Ia juga punya takhayul aneh, bahwa tim favoritnya pasti menang kalau ia menontonnya bersama Pat. Akhirnya ia terkena masalah saat mempertaruhkan semua uang untuk modal usahanya pada kemenangan tim favoritnya, yang ternyata kalah. Tapi, di tengah kekurangan-kekurangannya sebagai manusia, ia tetap sekuat tenaga berusaha jadi Ayah yang baik untuk Pat.

Silver Linings Playbook sendiri adalah sebuah ungkapan yang berarti dalam kondisi seburuk apapun, kita harus tetap percaya bahwa ada hal baik yang akan datang nantinya. 

Disini aku tidak akan menjabarkan detail-detail tentang film ini seperti profil pemain-pemainnya yang semuanya sudah diakui kehebatan aktingnya. Aku hanya akan menulis tentang film ini.

Sebagai salah satu bentuk self healing, aku memang mulai mencari film-film Hollywood yang bertemakan mental disorder  terutama Bipolar, Anxiety, Schizophrenia, Agoraphobia, Borderline, dan Antisocial. Daftar filmnya sendiri mungkin hampir 100 judul. Tapi, sejauh ini aku baru dapat 2 ; The Perks Of Being A Wallflower dan film ini, Silver Linings Playbook.

Ada beberapa hal yang begitu menyakitkan sekaligus menyentuh bagiku saat menonton film ini, diantaranya :

1) Stigma. Saat Pat baru keluar dari RSJ, ia hanya ingin berhubungan kembali dengan teman-teman lamanya. Tapi, justru beberapa orang menolaknya karena ia mantan pasien RSJ. Jujur saja, kalau dengar kata pasien RSJ, pasti kita akan menjauh dari orang itu karena menganggapnya gila. Aku dulu juga begitu, sekarang pun mungkin masih. Padahal, tidak semua orang yang dirawat di RSJ itu gila dalam arti yang sama lho. Mentals Disorders kebanyakan hanyalah berkaitan dengan masalah emosi. Kita justru harus mendukung mereka-mereka yang sedang berjuang dengan penyakit mematikan tak kasat mata itu. Pat sampai diikuti oleh polisi kemana-mana. Padahal, kalau aku ada di posisi Pat saat ia memergoki istrinya selingkuh, aku juga kemungkinan besar bakal ngamuk sejadi-jadinya.

Dan bagi kita yang sedang berjuang setiap hari dengan Mental Disorder, jangan merasa takut dan tertekan dengan kebenaran tentang diri kita. Hampir semua manusia punya penyakit dari taraf ringan hingga berat. Jantung, ginjal, kanker, dan macam-macam yang lainnya. Mental Disorder tidak berbeda dengan itu. Hanya sebentuk penyakit yang harus dilawan dan disembuhkan. Ya, aku tidak mengabaikan fakta bahwa tiap hari, tiap waktu terasa begitu berat hingga hampir tak tertahankan. Tapi, itulah kita.

2) Judgement. Disini Tiffany yang mengalaminya. Ia dicap pelacur dan murahan karena tindakannya tidur dengan semua orang di kantornya. Pat sendiri menghakiminya juga. Pat bilang ke Tiffany kalau ia tidak setuju kalau Tiffany menyamakan dirinya dengan Pat di hadapan Nikki karena Nikki tidak akan menyukainya. Padahal, siapa sih Pat ? Ia juga tidak berbeda dengan Tiffany, sama-sama penderita mental disorder. 

Kita harus mengakui bahwa kita adalah makhluk yang senang sekali menghakimi orang lain. Kita melihat tindakan seseorang, lalu berkomentar dan menghakiminya tanpa merasa perlu mengetahui motivasi dan alasan orang itu. Hei, kita tidak hidup di kapal yang sama. Biarkan saja orang lain dengan tindakan mereka. Kalau tidak tahan ingin ikut campur, maka pedulilah. Jangan menghakimi. Tidak ada di antra kita yang lebih baik daripada yang lain, karena hanya Tuhan yang berhak menentukan derajat manusia.

3) Struggling & Affection. Masing-masing tokoh dalam film ini diceritakan dengan masalah psikologisnya masing-masing. Pat dan Tiffany dengan Bipolar dan depresinya, Patrizio dengan obsesif kompulsifnya, Ronnie dengan perasaan tertekannya karena tuntutan-tuntutan istrinya, adik Pat dengan kekhawatiran berlebihannya atas kehidupan sosialnya, dan Dolores ( Ibu Pat ) yang terjepit di tengah-tengah pusaran keanehan dalam keluarganya. Mereka berusaha melanjutkan hidup dan saling peduli satu sama lain dengan caranya masing-masing. Mereka saling menerima kekurangan dan menerima diri mereka apa adanya. Berapa banyak keluarga yang seperti itu ? Yang tetap tinggal dan saling menguatkan ketika tahu bahwa salah satu anggota keluarganya mengidap mental disorder ? Padahal dukungan keluarga adalah faktor terpenting dalam proses penyembuhan.

Beberapa adegan yang aku suka :

1) Ketika Pat baru pulang dari RSJ. Ia menghabiskan malam dengan membaca buku-buku novel klasik yang dulu disarankan oleh Nikki sebagai bahan ajar. Saat selesai membaca A Farewell To Arms karya Ernest Hemingway, ia jadi tertekan karena akhir kisahnya yang sedih. Pat melempar bukunya ke luar jendela, lalu tanpa basa basi masuk kamar orang tuanya yang sedang tidur. Pada pukul 4 pagi. Lalu dengan kalut mondar mandir disitu meneriakkan rasa tidak sukanya pada ending buku itu lalu setelah selesai, ia keluar begitu saja. Dan orangtuanya ? Setelah beberapa kali mencoba menghentikannya cerocosan Pat dan gagal, akhirnya mereka hanya bisa pasrah menonton aksi Pat.


2) Pat mengalami ledakan emosi setelah berpisah dari Tiffany sepulang dari rumah Ronnie. Ia jadi kalut mencari semua video pernikahannya dan semakin tak terkendali saat tak bisa menemukannya. Ibunya yang mencoba menghentikannya malah tak sengaja kena pukulnya. Ayahnya menjatuhkannya karena mengira Pat berusaha menyakiti ibunya. Semua keributan itu membuat seluruh rumah di kawasan itu terbangun.

3) Tiffany mengejar-ngejar Pat ketika lari pagi dan Pat dengan panik berusaha menjauhinya karenan menganggapnya aneh.

4) Pat dan Tiffany makan bersama. Dan Tiffany jadi sangat marah karena menganggap Pat merendahkannya dan menilai dirinya lebih baik ketimbang Tiffany.

5) Dengan blak-blakan dan berani Tiffany membela Pat ketika Patrizio menyalahkannya karena tim favoritnya kalah. 

6) Dan tentu saja adegan penutupnya. Manis sekali.

Sebagaimana sesuatu karya yang baik, juga mesti ada kekurangannya. Menurutku, hal yang kurang dari film ini adalah :

1) Tidak terlalu memfokuskan pada penyakit Bipolar. Hal yang utama dari Bipolar adalah fluktuasi mood. Dan semua itu tidak ditampilkan dalam film ini. Memang Pat mengalami beberapa kali ledakan emosi. Tapi tidak ada adegan saat ia Manic atau Depresi. Mungkin karena genre film ini adalah komedi romantis sehingga dibuat tidak terlalu berat dan gelap.

2) Akhir kisahnya memang manis. Dua orang yang punya mental disorder akhirnya saling menemukan dan mengisi. Tapi, aku agak kurang suka. Kayak gampang banget gitu ya habisnya. Penderita gangguan mental terutama Bipolar merupakan orang-orang yang buruk dalam hal menjalin hubungan cinta. Atau memang karena genre rom-komnya itu, ya.

3) Adegan menarinya. Mengingat adegan ini adalah salah satu adegan terpenting yang jadi klimaks dan titik balik film ini, aku kurang merasakan chemistry tariannya. Entah mengapa. Ekspresi Jennifer & Bradley sudah bagus, tapi tariannya tidak begitu. 

Kalimat-kalimat favorit :

Aku tidak akan minta maaf untuk ini. Kau tahu apa yang akan ku lakukan? Aku akan menyuruh Ernest Hemingway meminta maaf, karena dialah yang harus disalahkan disini ( Pat )

Aku pernah menjadi pelacur murahan, tapi tidak lagi. Akan selalu ada bagian diriku yang hina dan kotor, namun aku menyukainya dengan segala bagian dari diriku. Bisakah kau katakan seperti itu tentang dirimu, brengsek? Bisakah kau memaafkan? Apakah kau bisa sebaik itu? ( Tiffany )

Kau takut hidup. Kau munafik. Kau plin-plan. Kau pembohong. Aku terbuka padamu dan kau malah menghakimiku. ( Tiffany )

EXCELSIOR !!!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

This is virtual world. Tapi, inilah tempat yang justru membuat diri kita bisa sejenak melepaskan topeng-topeng dan jubah kepalsuan di dunia nyata. So, this is the real me, yang tak pernah ku tunjukkan kepada kenyataanku. Mari saling berbagi dan bercerita tentang hidup. Feel free to leave your comment. I am not too creative to reply the comments. So, sometimes i don't reply it. But, Please believe that i definitely read your single comment and really appreciate it.