Minggu, Agustus 03, 2014

Half Reality, Half Fiction

Source : Pinterest

Biasanya aku tidak suka mengkritik selera orang lain-terutama selera musik.

Kalau ada jenis musik yang ku benci, maka itu adalah musik disko. Dan metal. Rock, bisa ku nikmati beberapa tergantung dari lirik dan seberapa jelasnya penyanyinya membunyikan kata-katanya. Intinya, aku benci musik keras yang berdentam-dentam.
Semua itu terdengar bertambah buruk sepuluh kali lipat di telingaku yang baru bangun tidur singkat setelah begadang semalaman-begadang berarti begadang, tidak tidur sepicing pun hingga hari beranjak terang. Musik diciptakan untuk menjadi penghiburan, menjadi penenang untuk hati yang lelah dari kerasnya dunia nyata. Karena itu, musik haruslah lembut. Aku tidak mengerti mengapa orang membuat musik keras semacam musik disko. Siapa yang bisa merasakan ketenangan saat musik yang keras dan menyayat telinga-dan dalam kasusku, kesabaranku ? Boleh ku beri tahu sesuatu tentang penelitian tentang musik keras yang tidak sengaja ku baca saat di bangku kuliah, bahwa penikmat musik keras lebih borpotensi, berapa persen tepatnya aku lupa, untuk melakukan kekerasan dibandingkan penikmat musik lain. Mungkin karena penikmatnya bukan bertujuan untuk relaksasi, tapi sekedar pelengkap untuk kegiatan lain yang menjadi pilihan utama melepas penat-berjoget.

Musik pilihanku ? Pop mellow. Jenis yang bisa dinikmati setiap saat tanpa membuat telinga sakit. Baik sebagai teman membaca buku, belajar, minum teh, berjalan-jalan, jogging, atau pengantar tidur.

Itulah sebabnya aku tidak suka diskotik. Tempat itu menduduki nomor-nomor awal dari tempat yang paling tak ingin ku kunjungi kembali. Yang menjadi alasan diriku dilabeli sebagai “ cewek nggak asyik “ di bangku kuliah, dan di kantor setelahnya.

Alasan utamanya mungkin karena tingkat toleransiku yang sangat rendah kalau boleh dibilang hampir tidak ada. Aku yakin di planet ini bukan aku saja yang benci jenis musik keras. Hanya saja, orang lain memilih diam dan mengikuti alur, dalam hal ini, ikut mejeng di diskotik dan memaksa diri mendengarkan musik keras dan berdentam yang sebetulnya bukan kegemarannya, daripada berkelahi dengan penggemar musik itu yang bisa mengakibatkan dirinya terkena masalah. Sedangkan diriku memilih jalan ekstrem, seperti selalunya. Menolak mentah-mentah ajakan ke diskotek karena aku tidak suka musiknya yang menyebabkan diriku kehilangan prospek mendapatkan teman yang lebih banyak dan memperluas lingkup pergaulan. Mengunci diri di rumah, dengan musik mellow kebanggaanku, membaca buku, dan itulah kurang lebih definisi kebahagiaan versiku.

Benar-benar khas “ cewek nggak asyik “.

Bagaimanapun rasa tidak sukaku, semua itu mesti ku tekan saat ini.

Aku sedang berada di toko buku bekas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

This is virtual world. Tapi, inilah tempat yang justru membuat diri kita bisa sejenak melepaskan topeng-topeng dan jubah kepalsuan di dunia nyata. So, this is the real me, yang tak pernah ku tunjukkan kepada kenyataanku. Mari saling berbagi dan bercerita tentang hidup. Feel free to leave your comment. I am not too creative to reply the comments. So, sometimes i don't reply it. But, Please believe that i definitely read your single comment and really appreciate it.