Senin, Oktober 28, 2013

October Night Rain


Source : Here

Hujan yang sangat sangat lebat baru saja turun. Tak biasanya di waktu-waktu ini hujan lebat seperti ini. Pukul berapa sekarang ? Sudah 23.30. Belum mengantuk. Banyak yang harus ku pikirkan untuk esok hari.

Tentang hujan lagi. Saking derasnya, ada beberapa bocoran kecil yang menyelinapkan air dari atap ke dalam kamarku. Salah satunya jatuh tepat di sisi tempat tidurku yang bergaya Floor Bed, kasur lantai. Istilah dari mana itu ? Tak tahu. Baru saja ku ciptakan. Segera ku tumpukkan beberapa lembar selimut di tempat itu agar tetesan air bisa meresap dan tak terciprat sampai kasur. Eh, ada satu tetes lagi yang jatuh tepat di kepalaku, mengalirkan sensasi dingin di sela-sela rambutku. Tapi, kipas angin tetap ku hidupkan, karena alat ini memang ku fungsikan sebagai sirkulator udara, bukan penyejuk ruangan biasa.

Source : Here

Aku suka hujan, sejak dulu. Bukan ikut-ikutan lho. Entah kenapa banyak cewek yang suka hujan, banyak film-film romansa yang menampilkan adegan hujan dalam ceritanya. Mungkin karena hujan selalu menimbulkan efek romantis, perasaan sendu dan galau, haru biru yang alami ? Aku suka semua jenis hujan. Kecuali hujan yang turun di pagi hari yang membuatku terhalang berangkat kuliah. Aku senang saat pulang kuliah bertepatan dengan hujan yang saking derasnya hingga jangkauan penglihatan hanya  mencapai sekitar satu meter. Hujan seperti itu membangkitkan euforia kenangan, untukku. Biasanya aku memacu motorku dengan batas kecepatan berkendara yang paling aman saat hujan turun.

Gemuruh hujan yang jatuh di atas atap rumahku ini begitu berisik. Namun, suara latar belakang itu entah mengapa membuatku merasa sedikit kesepian.
Ada kenangan tentang hujan yang memaksaku bungkam setiap kalinya. Ini tentang orang yang ku sukai. Banyak kenangan yang terjadi saat hujan dengannya. Bukan, bukan karena ku paksakan seperti itu. Namun, mungkin karena dulu aku menyukainya saat musim penghujan dimulai, sehingga latar ceritaku penuh dengan tetesan air dari langit. Salah satunya di malam gerimis itu, saat aku bersama seorang temanku pulang dari ekskul yang diketuai oleh orang yang ku sukai , adzan isya sudah berkumandang, namun aku dan temanku memilih untuk pulang ke kos daripada sholat di tempat karena kami akan terlambat untuk mengikuti pengajian sesi malam hari. Aku ingat diriku, seperti yang selalu ku lakukan, menunggunya keluar kelas, lalu berpura-pura baru keluar juga dan berjalan di depannya. Saat itu sudah di gerbang sekolah, dia berhenti untuk mengantri wudhu di tempat wudhu yang letaknya persis di samping gerbang sekolah. Di ujung gerbang, aku menoleh ke belakang untuk melihatnya, memastikan untuk mengisi bahan bakarku dengan kehadirannya untuk melanjutkan malam dan bangun esok paginya. Tak ku sangka, ternyata dia juga sedang melihat padaku, begitu pandangan kami bertemu, dia langsung mengalihkan matanya, meninggalkan tatapanku yang mencari tempat landasannya lagi.
Sepenggal adegan dalam kisahku yang latar belakangnya adalah gerbang sekolah, rintik gerimis yang malu-malu, dan udara yang dipenuhi bau hujan yang segar.

Source : Here

Bisa mendeskripsikan bau hujan ? Campuran antara aroma tanah basah, dedaunan hijau, dan  air segar yang menguar di udara. Bau Hujan. Mungkin ada yang mau menangkap aroma itu dan membekukannya dalam bentuk parfum. Aku suka aroma itu. Salah satu alasan kenapa aku suka hujan. Tak ada lagi momen untuk mencium aroma itu selain pasca hujan. Tak ada.

Source : Here

# Stairway To Your memories...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

This is virtual world. Tapi, inilah tempat yang justru membuat diri kita bisa sejenak melepaskan topeng-topeng dan jubah kepalsuan di dunia nyata. So, this is the real me, yang tak pernah ku tunjukkan kepada kenyataanku. Mari saling berbagi dan bercerita tentang hidup. Feel free to leave your comment. I am not too creative to reply the comments. So, sometimes i don't reply it. But, Please believe that i definitely read your single comment and really appreciate it.