Source : Here
Ketika mengetahui bahwa blog ini akan membuat Give Away yang berhubungan dengan perpustakaan, aku sangat bersemangat. Banyak kisah hidupku yang bertalian dengan perpustakaan. Kalau diceritakan semua mungkin akan memakan waktu yang cukup panjang.
Karena event Give Away itulah, aku memutuskan akan mengunjungi Perpustakaan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, tempat penuh nostalgia bagiku. Namun sayangnya, karena tersita kesibukan kuliah dan organisasi kampus yang memakan waktu bahkan sampai akhir minggu, rencana itu terus tertunda dan akhirnya tak terlaksana. Pada hari ini, hari terakhir pelaksanaan Give Away itu, barulah aku dapat menyempatkan diri kesana. Sayangnya, karena sudah cukup sore, maka yang menyambutku hanyalah keheningan dan tanah lapang yang kosong. Beruntung pintu gerbangnya masih belum ditutup. Karena itu, aku masuk ke lingkungan PerpusDa itu dan membekukan dalam gambar beberapa tempat yang menjadi kunci pembuka kotak kenangan masa kecilku. Aku setengah berlari mengelilingi tempat itu dengan HP Kamera di tangan, dengan ingatan-ingatan berwarna sephia yang berlomba meluap ke permukaan sadarku.
Dan...Inilah catatan perjalananku..
Melewati sepanjang jalan ini, seakan memasuki dimensi lain dari perspektifku. Ada pintu gerbang tak kasat mata yang akan terbuka hanya untukku, pintu menuju satu lembar pertama dari buku hidupku. Sepenggal cerita itu bernama masa kecil.
Jalan Penuh Nostalgia
Sejak aku mulai bisa mengingat,
sepertinya di tempat inilah kehidupan masa kecilku dulu bermuara. Sekolah
dasarku di ujung jalan ini. Dan di ujung lainnya adalah tempat penuh keajaiban
yang tak pernah berhenti memberi kejutan, perpustakaan.
Aku generasi kelahiran tahun
1991. Memasuki sekolah dasar di usia empat tahun lebih pada tahun 1996. Jadul
amat, ya ? Ha..Ha..Ha. Aneh rasanya memikirkannya.
Apa yang muncul di ingatan ketika
menyebut tahun 1996 ? Ya. Tepat. Kuno, jadul, dan….. sepertinya zaman sekarang
udah nggak bisa dibayangkan deh. Saat itu kota kelahiranku ini, Kota Palu,
sebagian besar daerahnya belum dicapai oleh aliran listrik, termasuk rumahku.
Jalan-jalan masih sempit, dan pada pukul tujuh malam sudah sepi dan gelap tanpa
satu kendaraan pun yang lewat. Di kompleks rumahku hanya ada tiga rumah.
Teknologi paling mutakhir yang kami terima adalah radio. Permainan yang kami,
anak-anak lakukan untuk mengisi waktu adalah memanjat pohon, petak umpet,
masak-masakan, jual-jualan, rumah-rumahan, baju-baju, kejar-kejaran dan
sejenisnya.
Suram ? Untungnya tidak. Aku
justru bersyukur terlahir di zaman itu. Karena aku punya kesempatan untuk
mengenal perpustakaan. Di zaman ketika hiburan begitu terbatas, maka buku menjadi salah satu sumber hiburan utama.
Saat aku masih kecil dan belum punya saudara, kedua orangtuaku sibuk bekerja. Ayah bekerja di pabrik tempe, dan ibu bekerja sebagai PNS di salah satu kantor pemerintahan. Lingkungan sekitarku masih hutan dan sangat sepi sedangkan sekolah dasarku pulang pagi. Karena itu, setelah menjemputku dari sekolah, ibu mengantarkanku ke perpustakaan daerah dan meninggalkanku disana sampai jam dua siang, ketika beliau pulang.
Alumni Sekolah Dasarku
Setiap hari sabtu, sudah jadi
rutinitas wajib kami untuk pergi ke perpustakaan. Karena hari sabtu kantor Ibu
libur, maka setelah menyelesaikan pekerjaan rumah beliau langsung ke
perpustakaan. SD-ku tidak jauh dari perpustakaan, maka sepulang sekolah aku
langsung menyusul Ibu kesana sampai jam empat sore, jam tutup perpustakaan. Ibu juga adalah seorang nerd. Dan hal itu menular dengan sangat sukses kepadaku, anak pertamanya.
Maka disanalah, dari kelas satu
SD aku sudah bergaul dengan Asterix dan Obelix, Lucky Luke, Smurf, Tintin, dan
komik-komik lain. Ada juga buku dongeng La Fontaine yang berisi kisah-kisah
hikmah tumbuh-tumbuhan dan binatang, serta buku komik elex tokoh-tokoh terkenal
dunia, seperti Beethoven, Maria Antoinette, Napoleon Bonaparte, dan lain-lain. Mungkin
saat itu akulah anggota termuda di perpustakaan itu. Untung saja aku sudah lumayan lancar
membaca di usia yang sangat dini. Aku kenal setiap seluk beluk rak-rak buku dan sudut-sudut nyaman di
tempat ajaib itu. kegiatan favoritku adalah melipir rak sampai ke rak paling ujung, menikmati sensasi tersesat di tempat rahasia yang tak diketahui orang lain. Beautiful.
Asterix & Obelix
Source : Here
Lucky Luke
Source : Here
Tin-Tin & Snowy
Source : Here
Jika sudah mulai lelah membaca, aku keluar
menuju halamannya yang ( dulu ) rindang, hijau, dan asri. Kadang hanya duduk
dan menatap lalu lalang kendaraan pengunjung perpustakaan yang datang dan
pergi. Ya, dalam ingatanku, Perpustakaan ini dulu adalah tempat yang ramai
namun syahdu. Banyak orang datang, namun semuanya tenggelam dalam dunia yang
terangkum dalam lembar-lembaran buku di hadapan mereka masing-masing.
Ku tatap seantero halaman Perpustakaan
Daerah ini.
Saat SMP, frekuensi kunjunganku
ke tempat ini mulai berkurang. Kemudian aku melanjutkan bangku SMA di kota lain.
Dan saat kembali ke kota ini tiga tahun lalu, aku sempat beberapa kali
mengunjungi perpustakaan ini lagi. Kalau tak salah, terakhir kali saat aku
semester tiga. Sejak saat itu tidak pernah lagi sampai sore ini.
Perpustakaan ini sangat banyak
berubah. Jika dulu, kesanku tentang tempat ini begitu monokrom, maka sekarang
hanya warna kelabu yang kusam. Mungkin karena perkembangan teknologi informasi
yang sangat pesat. Orang tidak mau lagi repot-repot pergi ke perpustakaan,
memilih-milih ribuan buku, lalu membaca setiap kalimat satu persatu untuk
mencari sepatah dua patah kata yang mereka perlukan. Internet telah menggerus
warna tempat ini.
Tampilan dari luar saja sudah
sangat mengganggu. Tembok namanya bocel dan huruf-hurufnya sudah banyak yang
lepas.
Di atas bangunan megah ini dulu
terpampang dengan gagah papan nama “ PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI SULAWESI
TENGAH “ . Sekarang sudah lenyap.
Saat aku SMP, pojok taman ini
dipenuhi dengan anak-anak kecil yang bermain. Dulu disini ada jungkat-jungkit,
ayunan, ban-ban, dan permainan anak-anak TK lain.
Saat ini, hanya tinggal seonggok benda ini yang menjadi saksi bagaimana jayanya tempat ini dulu. Benda ini, entah mainan apa namanya, terlihat sendirian di tengah-tengah lapangan luas yang gersang dan kelabu, tubuhnya dipenuhi karat dan kotoran. Benar-benar merepresentasikan keadaan Perpustakaan ini sekarang.
Di masa kanak-kanakku, tempat
parkir ini tak pernah sepi dari barisan kendaraan. Di bawah pohon ketapang ini
dulu aku biasa duduk atau malah berbaring di selimut tebal rerumputan.
Selain masalah prasarana yang
sudah layak dimuseumkan, ada beberapa hal lain yang membuat orang enggan
mencoba memasuki tempat ini. Pertama, koleksi bukunya benar-benar
memprihatinkan. Terakhir kesana, sudah tak ada lagi buku-buku fiksi ajaib yang
menghanyutkan itu. Rak-rak besi berdebu hanya berisi buku-buku sejarah dan ilmu
pengetahuan terbitan lama. Sepertinya memang saat ini posisi perpustakaan ini
hanyalah sebagai gudang arsip umum. Hanya didatangi oleh orang-orang yang
sangat memerlukan cerita dari masa lalu. Kedua, birokrasi pembuatan kartu
anggotanya yang rumit. Kalau ini sebenarnya memang sudah sejak dulu. Kalau ada
warga umum yang ingin membuat kartu anggota, mereka harus minta tandatangan
ketua RT. Jika itu siswa, maka yang harus membubuhkan tandatangan adalah kepala
sekolah. Bila mahasiswa, maka yang bertandatangan adalah dekan. Bayangkan,
bagaimana susahnya mencari tandatangan dari orang-orang diatas. Tentu saja
banyak yang mundur, termasuk aku yang paling malas kalau disuruh menghadap dosen. Ketiga, tidak pernah ada inovasi atau kegiatan
menarik yang dapat memancing minat baca, atau paling tidak minat orang
berkunjung ke tempat ini. Keempat, pustakawan dan pustakawatinya tidak begitu
menyatu dengan perpustakaan ini. Mereka bergosip dengan ributnya di
ruang baca, hal yang tentu sangat mengganggu para penikmat buku.
Karena alasan-alasan itulah,
sampai saat ini aku belum pernah menginjakkan kaki ke dalam perpustakaan ini
lagi. Formulir pendaftaran anggota pun masih tersimpan di map arsipku. Untuk memnuhi
kebutuhan dan obsesi membacaku, aku beralih ke tempat penyewaan buku yang meski
mahal, sesuai dengan kenyamanan dan judul buku yang ditawarkan. Atau, aku
mendownload berbagai jenis bahan bacaan mulai dari fiksi sampai non fiksi lokal
maupun terjemahan di internet.
Meski begitu, tetap terasa ada
yang kurang. Pada dasarnya aku mengenal buku dari perpustakaan. Asosiasi dan
kesan yang sudah tersetting dalam diriku adalah bahwa buku dan perpustakaan
adalah pasangan yang saling melengkapi. Buku tanpa perpustakaan seperti
sayur tanpa garam, bisa dimakan namun kurang nikmat.
Mungkin karena sejak kecil sudah
sangat terbiasa dengan Perpustakaan, maka sampai sekarang Perpustakaan seperti
sudah jadi tempatku. Tahu kan..kalau setiap orang di dunia ini punya tempatnya
masing-masing, tempat mereka merasa nyaman dan aman. Tempat mereka merasa
menerima dan diterima tanpa khawatir apapun. Bagiku, tempat alamiku adalah
perpustakaan. Ada semacam sugesti otomatis yang sudah tertanam kuat dalam
diriku, bahwa perpustakaan, dimanapun tempatnya akan selalu membuka pelukannya
untukku. Meski di perpustakaan yang
belum pernah ku kunjungi, jika sudah melangkah melewati ambang pintunya, maka
suasana khas akan menyambutku. Bukan dari pustakawan-pustakawatinya, sarana dan
fasilitasnya, atau apapun itu. Tapi, karena memang itu adalah perpustakaan. Saking sukanya, saat pelajaran bahasa inggris di SMA, aku pernah meneriakkan impianku di depan kelas " I Want To Build My Own Library ". Saat itu teman-temanku hanya berdecak sambil menatapku aneh.
Aku sering merasa kasihan pada
adik-adikku dan anak-anak masa sekarang. Sedari lahir mereka sudah terpapar
oleh kecanggihan zaman yang kadang menggerus indahnya masa kecil yang seharusnya
penuh petualangan. Ku pikir, suatu saat nanti perpustakaan dan buku akan
menjadi tempat dan benda yang asing, sama seperti asingnya teknologi di masa
kecilku. Sayang sekali. Karena di dunia ini, tak ada tempat lain seperti
perpustakaan.
Source : Here
Aku juga ingin agar kelak suatu saat mempunyai anak-anak, untuk mendidik mereka seperti ibu mendidikku. Aku berjanji, jika saat itu tiba, bahwa tempat umum pertama yang ingin ku kunjungi bersama anak-anakku adalah perpustakaan.. Aahh.. Mudah-mudahan aku dapat suami yang juga mencintai Buku dan perpustakaan..
Source : Here
Demikianlah catatan perjalanan singkatku yang hanya berdurasi sekitar satu jam. Panjang sekali, ya. Padahal ini masih satu bab dari tumpukan buku ceritaku. Masih ada begitu banyak pengalaman dan kenanganku tentang Perpustakaan dan Buku. Mudah-mudahan di lain kesempatan aku dapat menuliskannya lagi.
Buat mbak Luckty, terima kasih ya karena sudah mengadakan Give Away ini. Rasanya senang bisa mengingat kembali hal-hal indah dari masa kecil.
Bismillahirrohmanirrohim.. Mudah-mudahan Menang ya Alloh... :D
Postingan ini diikutsertakan dalam event Library Give Away yang diadakan oleh pemilik blog ini..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
This is virtual world. Tapi, inilah tempat yang justru membuat diri kita bisa sejenak melepaskan topeng-topeng dan jubah kepalsuan di dunia nyata. So, this is the real me, yang tak pernah ku tunjukkan kepada kenyataanku. Mari saling berbagi dan bercerita tentang hidup. Feel free to leave your comment. I am not too creative to reply the comments. So, sometimes i don't reply it. But, Please believe that i definitely read your single comment and really appreciate it.