Fase depresi memang mengerikan. Baru fajar tadi aku mengalaminya. Ibu membangunkanku untuk sholat shubuh dengan sedikit membentak karena memang sholat shubuh berjamaah di masjid sudah usai. Aku bangun seketika dengan perasaan dan kebutuhan yang kuat untuk menyakitinya. Tentu saja itu tak mungkin, mau dikutuk jadi batu apa ? Tiba-tiba, perasaan itu berubah menjadi keinginan yang kuat untuk menyakiti diri sendiri. Well, gimana sih rasanya melukai dirimu sendiri ? Apakah itu akan membuatku merasa terbebaskan ? Seberapa banyak yang diperlukan untuk mencapainya ? Rasa terbebaskan itu ?
Selama sholat sampai pulang lagi, pikiranku masih begitu gelap. Ku pikir, tidur lagi adalah satu-satunya jalan keluar. Aku kembali berbaring di tempat tidur dan menarik selimut, menutup mata sambil berdoa dengan putus asa " Tuhan, tolong biarkan aku tidur. Jangan biarkan aku mengacaukan apapun. Lelapkan aku, dengan begitu aku pasti baik-baik saja saat terbangun nanti,". Dan yah, aku membuka mata saat jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi lewat sedikit. Perasaan itu sudah hilang.
Saat ini aku sedang duduk sendirian di ruangan sekretariat lembagaku di kampus. Saat ini sedang minggu tenang sebelum UAS. Jadi, bisa dibayangkan betapa lengang dan sepinya kampus. Tadi ada ketua lembagaku yang menemaniku karena dia juga kebetulan sedang ada rapat dengan BEM. Tapi dia sudah pulang 2 jam lalu.
Dan aku sedang mengalami fase Manic saat ini.
Manic juga sama mengerikannya. Saat ini tubuhku sedang dilanda rasa panas oleh ide-ide dan pikiran gila yang berloncatan silih berganti. Makanya aku menulis ini, supaya aku bisa memikirkan kata-kata sulit dan dengan begitu aku dapat mencegah diriku melakukan perbuatan gila seperti membenturkan kepala di dinding. Rasanya begitu penuh energi, motivasi, optimisme, dan semangat yang menuntut untuk dikeluarkan. Bagaimana bisa, sedangkan hal yang ku inginkan hanyalah duduk menonton animanga di youtube ? Karena itu, selain menulis disini, dari tadi aku memenuhi dinding facebook dan timeline twitterku dengan ocehan-ocehan yang mungkin terlalu bersemangat. Itu tidak mengurangi sensasi Manic, tapi cukup membuat otakku sibuk. Mengabaikan perasaan dan keinginan untuk meloncat, terbang, dan menari habis-habisan yang mulai merasuki anggota-anggota gerakku. Juga berusaha mengabaikan lagu riang yang membuat hatiku serasa mau pecah oleh antusiasme.
Bagaimanapun, aku tetap lebih menyukai Manic daripada depresi. Aku bisa menulis dan bercita-cita sangat muluk dan tumpang tindih. Itu lebih baik daripada hanya terbaring putus asa di tempat tidur, dilingkupi perasaan depresi dan tak berguna, melawan keinginan menyakiti diri sendiri.
Kemarin pagi aku sedang merasa plain, datar. Menjelang sore, entah mengapa tiba-tiba depresi mengurungku lagi hingga malam hari. Susah sekali rasanya mau bangkit dari tempat tidur. Untuk mengatasinya, sehabis shalat isya aku pergi ke toko buku dan menghabiskan waktu hampir satu jam membaca-baca blurbs novel-novel terjemahan dan akhirnya membeli satu buku. Setelah itu, aku masuk ke dalam Manic. Aku melipat baju dan mengatur lemari sambil mendengarkan musik di handphone dengan headset. Setelah selesai, aku browsing tentang seluk beluk menjadi penerjemah buku. Ide tentang menjadi translator itu begitu merasukiku hingga aku tak bisa tenang dan duduk diam. Aku baru bisa tidur pukul tiga dini hari. Makanya sholat shubuhku terlambat.
Dan sekarang Manic lagi. Selama ini aku lebih sering mengalami depresi ketimbang Manic. Masih saja pikiran tentang menjadi penerjemah buku menggangguku. Aku main ke blognya para penerjemah dan editor buku dan mendapati diriku begitu antusias terhadap profesi itu. Di dalam otakku sudah ada rencana ingin melanjutkan kursus bahasa inggrisku yang sudah selesai setahun lalu, bahkan aku ingin sekali melanjutkan ke jenjang pendidikan S2 jurusan sastra inggris. Ah, itu bukannya impian yang tak mungkin. Hanya saja itu masih begitu jauh. Lagipula itu bertentangan dengan cita-citaku yang biasa yaitu menjadi auditor publik. I guess, cita-cita utamaku, pekerjaan yang akan menjadi profesi pokokku adalah auditor publik. Pekerjaan sampinganku selain itu adalah aku ingin jadi penulis, desainer busana, produser film, fotografer, jurnalis, dosen, pianis, illustrator anime, pemandu wisata, programmer, wiraswastawan, dan sekarang ditambah lagi menjadi penerjemah.
Gila, kan ? Tak apa kan menulisnya disini ? Biar sedikit tercurahkan rasa meledak-ledak ini.
Ah ya, aku juga jadi tak habis pikir mengapa aku begitu depresi kemarin-kemarin hanya karena patah hati ??
Saat ini aku sedang duduk sendirian di ruangan sekretariat lembagaku di kampus. Saat ini sedang minggu tenang sebelum UAS. Jadi, bisa dibayangkan betapa lengang dan sepinya kampus. Tadi ada ketua lembagaku yang menemaniku karena dia juga kebetulan sedang ada rapat dengan BEM. Tapi dia sudah pulang 2 jam lalu.
Dan aku sedang mengalami fase Manic saat ini.
Manic juga sama mengerikannya. Saat ini tubuhku sedang dilanda rasa panas oleh ide-ide dan pikiran gila yang berloncatan silih berganti. Makanya aku menulis ini, supaya aku bisa memikirkan kata-kata sulit dan dengan begitu aku dapat mencegah diriku melakukan perbuatan gila seperti membenturkan kepala di dinding. Rasanya begitu penuh energi, motivasi, optimisme, dan semangat yang menuntut untuk dikeluarkan. Bagaimana bisa, sedangkan hal yang ku inginkan hanyalah duduk menonton animanga di youtube ? Karena itu, selain menulis disini, dari tadi aku memenuhi dinding facebook dan timeline twitterku dengan ocehan-ocehan yang mungkin terlalu bersemangat. Itu tidak mengurangi sensasi Manic, tapi cukup membuat otakku sibuk. Mengabaikan perasaan dan keinginan untuk meloncat, terbang, dan menari habis-habisan yang mulai merasuki anggota-anggota gerakku. Juga berusaha mengabaikan lagu riang yang membuat hatiku serasa mau pecah oleh antusiasme.
Bagaimanapun, aku tetap lebih menyukai Manic daripada depresi. Aku bisa menulis dan bercita-cita sangat muluk dan tumpang tindih. Itu lebih baik daripada hanya terbaring putus asa di tempat tidur, dilingkupi perasaan depresi dan tak berguna, melawan keinginan menyakiti diri sendiri.
Kemarin pagi aku sedang merasa plain, datar. Menjelang sore, entah mengapa tiba-tiba depresi mengurungku lagi hingga malam hari. Susah sekali rasanya mau bangkit dari tempat tidur. Untuk mengatasinya, sehabis shalat isya aku pergi ke toko buku dan menghabiskan waktu hampir satu jam membaca-baca blurbs novel-novel terjemahan dan akhirnya membeli satu buku. Setelah itu, aku masuk ke dalam Manic. Aku melipat baju dan mengatur lemari sambil mendengarkan musik di handphone dengan headset. Setelah selesai, aku browsing tentang seluk beluk menjadi penerjemah buku. Ide tentang menjadi translator itu begitu merasukiku hingga aku tak bisa tenang dan duduk diam. Aku baru bisa tidur pukul tiga dini hari. Makanya sholat shubuhku terlambat.
Dan sekarang Manic lagi. Selama ini aku lebih sering mengalami depresi ketimbang Manic. Masih saja pikiran tentang menjadi penerjemah buku menggangguku. Aku main ke blognya para penerjemah dan editor buku dan mendapati diriku begitu antusias terhadap profesi itu. Di dalam otakku sudah ada rencana ingin melanjutkan kursus bahasa inggrisku yang sudah selesai setahun lalu, bahkan aku ingin sekali melanjutkan ke jenjang pendidikan S2 jurusan sastra inggris. Ah, itu bukannya impian yang tak mungkin. Hanya saja itu masih begitu jauh. Lagipula itu bertentangan dengan cita-citaku yang biasa yaitu menjadi auditor publik. I guess, cita-cita utamaku, pekerjaan yang akan menjadi profesi pokokku adalah auditor publik. Pekerjaan sampinganku selain itu adalah aku ingin jadi penulis, desainer busana, produser film, fotografer, jurnalis, dosen, pianis, illustrator anime, pemandu wisata, programmer, wiraswastawan, dan sekarang ditambah lagi menjadi penerjemah.
Gila, kan ? Tak apa kan menulisnya disini ? Biar sedikit tercurahkan rasa meledak-ledak ini.
Ah ya, aku juga jadi tak habis pikir mengapa aku begitu depresi kemarin-kemarin hanya karena patah hati ??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
This is virtual world. Tapi, inilah tempat yang justru membuat diri kita bisa sejenak melepaskan topeng-topeng dan jubah kepalsuan di dunia nyata. So, this is the real me, yang tak pernah ku tunjukkan kepada kenyataanku. Mari saling berbagi dan bercerita tentang hidup. Feel free to leave your comment. I am not too creative to reply the comments. So, sometimes i don't reply it. But, Please believe that i definitely read your single comment and really appreciate it.