Akhirnya, saya memprivatisasi [ Minjem bahasa ala Vicky ] akun facebook saya.
Ah, padahal dari awal saya bikin akun itu, saya udah menetapkan aturan nggak akan memprivatisasinya. Simpel aja alasannya. Saya nggak mau sok ngartis sehingga orang yang ingin melihat status-status saya harus add-friend saya dulu. Saya pikir, dengan begitu saya akan tahu mana orang yang benar-benar ingin berteman dengan saya.
Pikiran itu seketika berubah malam ini. Saya masih belum bisa menceritakan alasannya secara rinci. Masih emosi buanget nget nget soalnya. Padahal saya benci jika membiarkan tingkah orang lain mempengaruhi tindakan dan prinsip saya. Argghh.... >_<
Buat orang seumuran saya, mungkin medsos bukanlah hal yang aneh. Tapi, buat orang-orang generasi tua yang baru nyoba-nyoba bermedsos ria, mungkin hal itu sama anehnya dengan orang udik yang baru aja masuk Jakarta. Takjub sekaligus penasaran dan norak. Ih.
Tuh, kan. Saya jadi sinis begini. Kalo sekarang lagi ada audisi untuk peran antagonis di sinetron dan saya ikut, saya yakin 100 % bahwa saya bakal kepilih. :'(
Ada beberapa aturan dalam bermedsos. Salah satunya, jangan sebutkan nama bahkan inisial seseorang dalam postingan jika itu bermaksud untuk menjatuhkan dan menegur orang lain.
Saya mematuhinya. Tapi, memang orang-orang sekeliling saya yang bodoh. Orang-orang tua sih, ya. Beberapa marah dan menjelek-jelekkan saya atas sesuatu yang bahkan mereka tak tahu. Bayangkan, saya dijatuhkan karena sebuah status saya di fb, yang bahkan mereka tidak baca secara langsung. Lihat gimana bentuknya fb aja belum pernah. Mereka hanya men-judge saya dari ocehan seseorang yang merasa tersinggung dengan status saya. Padahal, status saya bilang A, dan orang itu mungkin melebih-lebihkannya sampai Z. Dan mereka tidak meminta konfirmasi dari saya. Pengecut, kan ? Beraninya main belakang. Keroyokan pula. Begitulah kebanyakan orang di sekitar saya. Pengecut, bodoh, haus sensasi, kurang kerjaan, mmmm...Apalagi, ya ? Oh ya, Sok.
Padahal medsos itu berfungsi sekaligus sebagai kontrol sosial. Hal-hal salah yang tidak mampu bila diluruskan secara langsung, bisa menggunakan fb. Tentu dengan menggunakan aturan main. Lagipula, saya ini wartawan kampus, lho.
Mungkin saya juga salah sih. Saya menegur orang itu secara tidak langsung lewat medsos, padahal orang yang saya tegur itu norak, kampungan, stress, depresi, dan gila.. Harusnya saya bersikap seperti orang lain yang sudah berdamai dan memaklumi ketidakwarasan orang itu, membiarkanya berkembang biak semaunya. Biasanya saya begitu, tapi waktu itu dia melakukan sesuatu yang tidak bisa saya terima baik secara akal maupun prinsip. Saya juga orang yang kasar dan kadang mendobrak sopan santun, tapi buat standar saya sekalipun, perbuatan yang dilakukan orang itu benar-benar keterlaluan.
Aih, langsung banyak lagi nih dosa saya begitu habis memposting ini. Padahal kemarin amalan saya bertambah tiba-tiba gara-gara banyak yang menjelek-jelekkan dan memfitnah saya. Maaf, ya Alloh. Abis nggak tahan. Cuma dengan menuliskannya saya bisa merasa lebih baik. Lagipula, blog ini adalah kantung pasir saya. Jadi, saya berhak untuk menuliskan apapun untuk menghilangkan kegundahan saya, kan ?
Akhir-akhir ini, mood saya sedang pengen berkelahi aja, rasanya. Tinggal nyari orang yang mau nyulut apinya aja. Tadi pagi sudah, sih.
Saya tidak takut. Bukankah saya pernah bilang, bahwa meski seluruh dunia ini membenci saya dan tak mau berbicara dengan saya, saya akan selalu baik-baik saja. Selalu. Karena yang punya Takdir masa depan saya adalah Yang Di Atas, Tuhan Yang Maha Tahu. Dan lagi, sampai saat ini tidak ada satu pun aspek hidup saya yang bertalian dengan mereka.
Jadi, karena akhir-akhir ini mayoritas orang yang membuka kronologi fb saya mempunyai maksud dan tujuan yang tak baik, maka saya putuskan memprivatisisasinya. Pun meng un-friend beberapa yang saya anggap " berbahaya ". Bukannya saya gentar. Seandainya mereka mendatangi saya langsung dan memperjelas masalah, saya akan menghadapi mereka. Masalahnya, mereka pengecut semua dan sang provokator yang sama pengecutnya terus meracuni pikiran mereka para pengikutnya itu. Mungkin suatu saat kalau mereka sudah lebih waras, lebih cerdas, lebih memahami, dan lebih mengerti Bahasa Indonesia yang saya gunakan, baru akun fb saya akan saya publikasisisasikan kembali. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
This is virtual world. Tapi, inilah tempat yang justru membuat diri kita bisa sejenak melepaskan topeng-topeng dan jubah kepalsuan di dunia nyata. So, this is the real me, yang tak pernah ku tunjukkan kepada kenyataanku. Mari saling berbagi dan bercerita tentang hidup. Feel free to leave your comment. I am not too creative to reply the comments. So, sometimes i don't reply it. But, Please believe that i definitely read your single comment and really appreciate it.