Dalam lelapku yang terakhir, aku bermimpi bahwa aku berakhir dengan orang lain selain dirimu
Orang itu, tak ku kenal, meski berasal dari tempat yang sama dengan tempat kita bertemu
Dalam mimpiku, orang itu baik, dia mencintaiku. Segalanya berjalan mulus dan lurus. Hampir seperti sudah ditakdirkan.
Keluarga kami merencanakan pernikahan dalam seminggu. Aku yang baru mendengar kabar tersebut hanya berkata :
" Seminggu ? Ku pikir tidak. Setahun lagi, ku rasa. Saat masa studiku selesai "
Setelah itu, aku terbangun.
Yang membuatku keheranan adalah jawabanku yang demikian itu.
Jawaban yang dengan pasti ku ucapkan, tak ragu ku sampaikan. Penundaan, itu saja.
Kenapa harus ku tunda ? Kenapa aku tidak dengan tegas menolak, sesuatu yang sudah dengan sangat mahir ku latih untuk mempersiapkan diri agar orang selainmu menjauh, menyerah atasku ?
Dan kenapa setelah menjawabnya, kemudian tersadar, kebekuan di hatiku tak jua luruh ?
Orang bilang, mimpi adalah bentuk refleksi paling nyata dari impian-impian terpendam seseorang.
Gambaran atas keinginan dan keputusasaan, yang tak dapat diucapkan maupun tak ingin diakui.
Apakah itu berarti bahwa sebenarnya, di dasar terdalam hatiku, aku sudah menyerah atasmu ?
Enam tahun. Mungkin sudah terlalu lama.
Enam tahun. Mungkin sudah mengikis perlahan cahayamu dari daya ingatku.
Enam tahun. Mungkin sudah cukup untuk meruntuhkan naifku.
Sampai saat ini, aku tak bisa membayangkan diriku atau dirimu kelak bersanding dengan orang lain.
Bodoh, ya ?
Pun saat ada beberapa orang yang menawariku memasuki gerbang itu, perasaanku tak sedikitpun beranjak.
Aku hanya tertawa mengejek " Hei, aku sudah menentukan siapa jodohku. Tanya pada Tuhan, kalau tak percaya ,"
Keyakinan konyol, tak berdasar sedikitpun.
Kamu ? Aku sama sekali tak tahu.
Sampai saat ini, hal tentangmu selalu ku letakkan dalam ruang keyakinan yang paling puncak, keteguhan yang paling kuat.
Ah, Antara setia dan obsesi, cinta dan penasaran, sepertinya hanya berbeda tipis.
Dari semua lawan jenis, hanya kamulah yang paling tak mungkin bersama denganku.
Namun, berhadapan dengan angkuhku, semuanya jadi tak berarti. Semakin tak mungkin, semakin keras kepala pula diriku.
Kini jalan satu-satunya hanyalah menunggu takdir.
Akan menyatukan atau mempersimpangkan kita. Akan mempertemukan atau justru semakin menjauhkan.
Karena, ku pikir hanyalah kedua matamu itu yang menyimpan jawabanku.
Seperti dulu, saat hanya di matamulah aku mencari keteduhan dan ketenangan.
Aku tak akan bisa maju selangkahpun, sebelum aku menatap lagi kedua cermin jiwamu itu, mempertanyakan lamgsung tentang kau dan aku yang tak bisa ku jawab.
In this sleepless night
I sing this song, alone
Tomorrow, i'll sing with you
Riding on the wings of the dreams..
ini fiksi ato beneran kah?
BalasHapustetep semangat ya... kalau jodoh pasti kembali kok, perjuangkan jodohmu :)